يَا رَبَّنَا بِجَاهِ تَاجِ الْعَارِفِيْنَ ï وَجَاهِ حَامِلِ لِوَاءِ الْوَاصِلِيْنَ

Ya Allah, Ya Tuhan kami dengan pangkat kebesaran pemilik mahkota ahli ma'rifah dan pangkat pemegang bendera kelompok manusia yang telah wushul (sampai ke puncak keyakinan)


قُدْوَتِنَا وَشَيْخِنَا التِّجَانِي ï قَائِدِنَا لِمَنْهَجِ الْعَدْنَانِي

Panutan dan guru kami yakni Syekh Ahmad Tijani, seorang pemandu yang menyampaikan kami kepada tuntunan Nabi Muhammad

يَا رَبِّ ثَبِّتْنَا عَلَى اْلإِيْمَانِ ï وَاحْفَظْ قُلُوْبَنَا مِنَ الْكُفْرَانِ

Ya Tuhanku tetapkan kami atas iman dan jaga hati kami dari segala bentuk kekufuran

وَاحْمِ جَمِيْعَنَا مِنَ الشَّيْطَانِ ï وَحِزْبِهِ مِنْ إِنْسٍ أَوْ مِنْ جَانِّ

Lindungi kami dari kejahatan syetan dan kelompoknya dari bangsa manusia dan jin


نَسْأَلُكَ التَّوْبَةَ وَالتَّوْفِيْقَ ï وَالْعِلْمَ وَالْعَمَلَ وَالتَّحْقِيْقَ

Kami mohon kepada-Mu taubat dan mendapat kekuatan untuk melakukan kebaikan, ilmu dan pengamalan serta ketepatan dalam segala hal


وَالصَّبْرَ وَالنَّصْرَ عَلَى اْلأَعْدَاءِ ï وَالْجَمْعَ فِي الذِّكْرِ عَلَى الْوِلاَءِ

Berikan kami kesabaran dan kemenangan atas musuh-musuh. Dan jadikan kami selalu berkumpul bersama dalam melakukan dzikir


وَالْفَوْزَ بِالنَّعِيْمِ فِي الْجِنَانِ ï مَعَ النَّبِيّ وَشَيْخِنَا التِّجَانِي

Mendapat kesuksesan dengan mendapat ni'mat di surga bersama Nabi Muhammad dan guru kami Syekh Ahmad Tijani


مَا لَنَا فِي الْكَوْنِ سِوَى الرَّحْمَانِ ï وَالْمُصْطَفَى وَشَيْخِنَا التِّجَانِي

Kami tidak memiliki harapan apa-apa di alam ini melainkan kepada-Mu Ya Allah (Yang Maha Pengasih), manusia terpilih Nabi Muhammad dan guru kami Syekh Ahmad Tijani

هَذِي هَدِيَّةٌ بِفَضْلِ اللهِ ï مِنَّا إِلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ

Dzikir ini merupakan hadiah untukmu Ya Rasulullah dari kami yang semata-mata merupakan pemberian Allah


هَدِيَّةً لِلْمُصْطَفَى الْعَدْنَانِي ï نِيَابَةً عَنْ شَيْخِنَا التِّجَانِي

Hadiah penghormatan buat manusia terpilih Nabi Muhammad keturunan Adnan juga sebagai mandate dari guru kami syekh Ahmad Tijani

آميْنَ آميْنَ اسْتَجِبْ دُعَانَا ï وَلاَ تُخَيِّبْ سَيِّدِي رَجَانَا

Terimalah, terimalah dan kabulkan Ya Allah, doa-doa kami. Jangan Kau kecewakan segala harapan kami

Doa ini merupakan Qashidah tawassul kepada Syekh Ahmad Tijani Radhiyallahu Anhu. qashidah ini biasanya dibaca setelah selesai membaca wirid lazimah dan wazhifah.

Dikutip dari kitab Ghayatul Muna Wal Murad Fima Littijaniy Minal Aurad halaman 27.

Rabu, 10 April 2013

73 Manfaat Dzikir Bagi Manusia

73 Manfaat Dzikir Bagi Manusia
Dzikir atau mengucapkan kata-kata pujian yang mengingat kebesaran Allah SWT, adalah amalan istimewa Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Dzikir merupakan media yang membuat kehidupan Nabi dan para sahabat benar-benar hidup.

Ibnu al-Qoyyim Rahimahullah mengatakan bahwa dzikir memiliki tujuh puluh tiga manfaat yaitu:

1. Mengusir setan dan menjadikannya kecewa.
2. Membuat Allah ridah.
3. Menghilangkan rasa sedih,dan gelisah dari hati manusia.
4. Membahagiakan dan melapangkan hati.
5. Menguatkan hati dan badan.
6. Menyinari wajah dan hati.
7. Membuka lahan rezeki.
8. Menghiasi orang yang berdzikir dengan pakaian kewibawaan, disenangi dan dicintai manusia.
9. Melahirkan kecintaan.
10. Mengangkat manusia ke maqam ihsan.
11. Melahirkan inabah, ingin kembali kepada Allah.
12. Orang yang berdzikir dekat dengan Allah.
13. Pembuka semua pintu ilmu.
14. Membantu seseorang merasakan kebesaran Allah.
15. Menjadikan seorang hamba disebut disisi Allah.
16. Menghidupkan hati.
17. Menjadi makanan hati dan ruh.
18. Membersihkan hati dari kotoran.
19. Membersihkan dosa.
20. Membuat jiwa dekat dengan Allah.
21. Menolong hamba saat kesepian.
22. Suara orang yang berdzikir dikenal di langit tertinggi.
23. Penyelamat dari azab Allah.
24. Menghadirkan ketenangan.
25. Menjaga lidah dari perkataan yang dilarang.
26. Majlis dzikir adalah majlis malaikat.
27. Mendapatkan berkah Allah dimana saja.
28. Tidak akan merugi dan menyesal di hari kiamat.
29. Berada dibawah naungan Allah dihari kiamat.
30. Mendapat pemberian yang paling berharga.
31. Dzikir adalah ibadah yang paling afdhal.
32. Dzikir adalah bunga dan pohon surga.
33. Mendapat kebaikan dan anugerah yang tak terhingga.
34. Tidak akan lalai terhadap diri dan Allah pun tidak melalaikannya.
35. Dalam dzikir tersimpan kenikmatan surga dunia.
36. Mendahului seorang hamba dalam segala situasi dan kondisi.
37. Dzikir adalah cahaya di dunia dan ahirat.
38. Dzikir sebagai pintu menuju Allah.
39. Dzikir merupakan sumber kekuatan qalbu dan kemuliaan jiwa.
40. Dzikir merupakan penyatu hati orang beriman dan pemecah hati musuh Allah.
41. Mendekatkan kepada ahirat dan menjauhkan dari dunia.
42. Menjadikan hati selalu terjaga.
43. Dzikir adalah pohon ma’rifat dan pola hidup orang shalih.
44. Pahala berdzikir sama dengan berinfak dan berjihad dijalan Allah.
45. Dzikir adalah pangkal kesyukuran.
46. Mendekatkan jiwa seorang hamba kepada Allah.
47. Melembutkan hati.
48. Menjadi obat hati.
49. Dzikir sebagai modal dasar untuk mencintai Allah.
50. Mendatangkan nikmat dan menolak bala.
51. Allah dan Malaikatnya mengucapkan shalawat kepada pedzikir.
52. Majlis dzikir adalah taman surga.
53. Allah membanggakan para pedzikir kepada para malaikat.
54. Orang yang berdzikir masuk surga dalam keadaan tersenyum.
55. Dzikir adalah tujuan prioritas dari kewajiban beribadah.
56. Semua kebaikan ada dalam dzikir.
57. Melanggengkan dzikir dapat mengganti ibadah tathawwu’.
58. Dzikir menolong untuk berbuat amal ketaatan.
59. Menghilangkan rasa berat dan mempermudah yang susah.
60. Menghilangkan rasa takut dan menimbulkan ketenangan jiwa.
61. Memberikan kekuatan jasad.
62. Menolak kefakiran.
63. Pedzikir merupakan orang yang pertama bertemu dengan Allah.
64. Pedzikir tidak akan dibangkitkan bersama para pendusta.
65. Dengan dzikir rumah-rumah surga dibangun, dan kebun-kebun surga ditanami tumbuhan dzikir.
66. Penghalang antara hamba dan jahannam.
67. Malaikat memintakan ampun bagi orang yang berdzikir.
68. Pegunungan dan hamparan bumi bergembira dengan adanya orang yang berdzikir.
69. Membersihkan sifat munafik.
70. Memberikan kenikmatan tak tertandingi.
71. Wajah pedzikir paling cerah didunia dan bersinar di ahirat.
72. Dzikir menambah saksi bagi seorang hamba di ahirat.
73. Memalingkan seseorang dari membincangkan kebathilan.

Sungguh luar biasa manfaatnya, tetapi orang tidak akan yakin dengan manfaat-manfaat diatas kecuali yang telah merasakan dan menikmatinya. Mari kita coba memulainya dari sekarang.

WALI KHATM

Ibnu Araby Tentang Khatamul Auliya'.

Imam at-Tairmidzy al-Hakim, seorang filosuf agung dan Sufi terbesar di zamannya pernah menulis tentang Khatamul Auliya’ (Pamungkas para wali), sebagai konsep mengembangkan pamungkas para Nabi (Khatimul Anbiya’). Ibu
Araby dalam kitabnya yang paling komprehensif sepanjang zaman, Al-Futuhatul Makiyyah. Disanalah Ibnu Araby menjawab 155 pertanyaan dalam Khatamul Auliya’-nya At-Tirmidy. Dalam pertanyaan pertama berbunyi:

Berapakah Manazil (tempat pijakan ruhani) para Auliya’?
Ibnu Araby menjawab: Ketahuilah bahwa manazil Auliya’ ada dua macam. Pertama bersifat Inderawi (hissiyah) dan kedua bersifat Maknawy. Posisi pijakan ruhani (manzilah) yang bersifat inderawi, adalah syurga, walau pun di syurga itu ada seratus jumlah derajatnya. Sedangkan manzilah mereka di dunia yang bersifat inderawi adalah ahwal mereka yang seringkali melahirkan sesuatu yang luar biasa. Diantara mereka ada ditampakkan oleh Allah seperti Wali-wali Abdal dan sejenisnya. Ada juga yang tidak ditampakkan seperti kalangan Wali Malamatiyah serta para kaum ‘Arifin yang agung, jumlah pijakan mereka lebih dari 100 tempat pijakan ruhani. Setiap masing-masing tempat itu berkembang menjadi sekian tempat yang begitu banyak. Demikian pijakan ruhani mereka yang bersifat inderawi di dua alam (dunia dan akhirat).

Sedangkan yang bersifat Maknawy dalam dimensi-dimensi kema’rifatan, maka manzilah mereka 248 ribu tempat pijakan ruhani hakiki yang tidak dapat diraih oleh ummat-ummat sebelum Nabi kita Muhammad SAW, dengan rasa ruhani yang berbeda-beda, dan masing-masing rasa ruhani memiliki rasa yang spesial yang hanya diketahui oleh yang merasakan.

Jumlah tersebut tersari dalam empat maqamat: 1) Maqam Ilmu Ladunny, 2) Maqam Ilmu Nur, 3) Maqam Ilmu al-Jam’u dan at-Tafriqat, 4) Maqam Ilmu Al-Kitabah al-Ilahiyyah. Diantara Maqamat itu adalah maqam-amaqam Auliya’ yang terbagi dalam 100 ribu lebih maqam Auliya, dan masing-masing masih bercabang banyak, yang bisa dihitung, namun bukan pada tempatnya mengurai di sini.

Mengenai Ilmu Ladunny berhubungan dengan nunasa-nuansa Ilahiyah dan sejumlah serapannya berupa Rahmat khusus. Sedangkan Ilmu Nur, tampak kekuatannya pada cakrawala ruhani paling luhur, ribuan Tahun Ilahiyah sebelum lahirnya Adam as. Sementara Ilmu Jam’ dan Tafriqah adalah Lautan Ilahiyah yang meliputi secara universal, dimana Lauhul Mahfudz sebagai abian dari Lautan itu. Dari situ pula melahirkan Akal Awal, dan seluruh cakrawala tertinggi mencerap darinya. Dan sekali lagi, para Auliya selain ummat ini tidak bisa mencerapnya. Namun diantara para Auliya’ ada yang mampu meraih secara keseluruhan ragam itu, seperti Abu Yazid al-Bisthamy, dan Sahl bin Abdullah, serta ada pula yang hanya meraih sebagian. Para Auliya’ di kalangan ummat ini dari perspektif pengetahuan ini ada hembusan ruh dalam lorong jiwanya, dan tak ada yang sempurna kecuali dari Auliya’ ummat ini sebagai pemuliaan dan pertolongan Allah kepada mereka, karena kedudukan agung Nabi mereka Sayyidina Muhammad SAW.

Di dalam pengetahuan tersebut tersembunyi rahasia-rahasia ilmu pengetahuan yang sesungguhnya berada dalam tiga pijakan dasar ruhani pengetahuan: 1) Pengetahuan yang berhubungan dengan Ilahiyyah, 2) Pengetahuan yang berhubungan dengan ruh-ruh yang luhur, dan 3) Pengetahuan yang berhubungan dengan maujud-maujud semesta.
Yang berhubungan dengan ilmu ruh-ruh yang luhur menjadi beragam tanpa adanya kemustahilan kontradiktif. Sedangkan yang berhubungan dengan maujud alam beragam, dan memiliki kemustahilan dengan kontradiksi kemustahilannya.

Jika pengetahuan terbagi dalam tiga dasar utama itu, maka para Auliya’ juga terbagi dalam tiga lapisan: Lapisan Tengah (Ath-Thabaqatul Wustha), memiliki 123 ribu pijakan ruhani, dan 87 manzilah utama, yang menjadi sumber serapan dari masing-masing manzilah yang tidak bisa dibatasi, karena terjadinya interaksi satu sama lainnya, dan tidak ada yang meraih manfaatnya kecuali dengan Rasa Khusus. Sementara lapisan yang sisanya, (dua lapisan) muncul dengan pakaian kebesaran dan sarung keagungan. Hanya saja keduanya yang menggunakan sarung keagungan itu memiliki mazilah lebih dari 123 ribu itu. Sebab pakaian kebesaran merupakan penampakan dari AsmaNya Yang Maha Dzahir, sedangkan sarungnya adalah penampakan dari AsmaNya Yang Maha Batin. Yang Dzahir adalah asal tonggaknya, dan Yang Batin adalah karakter baru, dimana dengan kebaruannya muncullah pijakan-pijakan ruhani (manazil) ini.

Cabang senantiasa menjadi tempatnya buah. Maka apa yang ditemukan pada cabang itu merupakan sesuatu yang tidak ditemukan dalam tonggaknya, yaitu buah. Walaupun dua cabang di atas itu munculnya dari satu tonggak utamanya yaitu AsdmaNya Yang Maha Dzahir, tetapi hukumnya berbeda. Ma’rifat kita kepada Tuhan, muncul setelah kita mengenal diri kita, sebab itu “Siapa yang kenal dirinya, kenal Tuhannya”. Walaupun wujud diri kita sesungguhnya merupakan cabang dari dari Wujug Rabb. Wujud Rabb adalah tonggal asal, dan wujud hamba adalah cabang belaka. Dalam Martabat bisa akan mendahului, sehingga bagiNya ada Nama Al-Awwal, dan dalam suatu martabat diakhirkan, sehingga ada Nama Yang Maha Akhir. Disatu sisi dihukumi sebagai Asal karena nisbat khusus, dan dilain sisi disehukumi sebagai Cabang karena nisbat yang lain. Inilah yang bisa dinalar oleh analisa akal. Sedangkan yang dirasakan oleh limpahan Ma’rifat Rasa, maka Dia adalah Dzahir dari segi bahwa Dia adalah Batin, dan Dia adalah Batin dari segi kenyataanNya Yang Dzahir, dan Awwal dari kenyataanNya adalah Akhir, demikian pula dalam Akhir.

Swedangkan jumlah para Auliya yang berada dalam manzilah-manzilah itu, ada356 sosok, yang mereka itu adala dalam kalbu Adam, Nuh, Ibrahim, Jibril, Mikail, dan Israfil. Dan ada 300, 40, 7, 5, 3 dan 1. Sehingga jumlah kerseluruhan 356 tokoh. Hal ini menurut kalangan Sufi karena adanya hadits yang menyebut demikian.

Sedangkan menurut thariqat kami dan yang muncul dari mukasyafah, maka jumlah keseluruhan Auliya yang telah kami sebut diatas di awal bab ini, sampai berjumlah 589 orang. Diantara mereka ada 1 orang, yang tidak mesti muncul setiap zaman, yang disebut sebagai al-Khatamul Muhammady, sedangkan yang lain senantiasa ada di setiap zaman tidak berkurang dan tidak bertambah. Al-Khatamul Muhammady pada zaman ini (zaman Ibnu Araby, red), kami telah melihatnya dan mengenalnya (semoga Allah menyempurnakan kebahagiaannya), saya tahu ia ada di Fes (Marokko) tahun 595 H.
Sementara yang disepakati kalangan Sufi, ada 6 lapisan para Auliya’, yaitu para Wali : Ummahat, Aqthab; A’immah; Autad; Abdal; Nuqaba’; dan Nujaba’.

Pada pertanyaan lain : Siapa yang berhak menyandang Khatamul Auliya’ sebagaimana gelar yang disandang Khatamun Nubuwwah oleh Nabi Muhammad SAW.? Ibnu Araby menjawab:

Al-Khatam itu ada dua: Allah menutup Kewalian (mutlak), dan Allah menutup Kewalian Muhammadiyah. Penutup Kewalian mutlak adalah Isa Alaihissalaam. Dia adalah Wali dengan Nubuwwah Mutlak, yang kelak turun di era ummat ini, dimana turunnya di akhir zaman, sebagai pewaris dan penutup, dimana tidak ada Wali dengan Nubuwwah Mutlak setelah itu. Ia disela oleh Nubuwwah Syari’at dan Nubuwwah Risalah. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW sebagai Penutup Kenabian, dimana tidak ada lagi Kenabian Syariat setelah itu, walau pun setelah itu masih turun seperti Isa, sebagai salah satu dari Ulul ‘Azmi dari para Rasul dan Nabi mulia. Maka turunnya Isa sebagai Wali dengan Nubuwwah mutlaknya, tertapi aturannya mengikuti aturan Nabi Muhammad SAW, bergabung dengan para Wali dari ummat Muhammad lainnya. Ia termasuk golongan kita dan pemuka kita.

Pada mulanya, ada Nabi, yaitu Adam, AS.Dan akhirnya juga ada Nabi, yaitu Isa, sebagai Nabi Ikhtishah (kekhususan), sehingga Isa kekal di hari mahsyar ikut terhampar dalam dua hamparan mahsyar. Satu Mahsyar bersama kita, dan satu mahsyar bersama para Rasul dan para Nabi.

Adapun Penutup Kewalian Muhammadiyah, saat ini (era Ibnu Araby) ada pada seorang dari bangsa Arab yang memiliki kemuliaan sejati. Saya kenal ditahun 595 H. Saya melihat tanda rahasia yang diperlihatkan oleh Allah Ta’ala pada saya dari kenyataan ubudiyahnya, dan saya lihat itu di kota Fes, sehingga saya melihatnya sebagai Khatamul Wilayah darinya. Dia adalah Khatamun Nubuwwah Mutlak, yang tidak diketahui banyak orang. Dan Allah telah mengujinya dengan keingkaran berbagai kalangan padanya, mengenai hakikat Allah dalam sirrnya.

Sebagaimana Allah menutup Nubuwwah Syariat dengan Nabi Muhammad SAW, begitu juga Allah menutup Kewalian Muhammady, yang berhasil mewarisi Al-Muhammadiyah, bukan diwarisi dari para Nabi. Sebab para Wali itu ada yang mewarisi Ibrahim, Musa, dan Isa, maka mereka itu masih kita dapatkan setelah munculnya Khatamul Auliya'’Muhammady , dan setelah itu tidak ada lagi Wali pada Kalbu Muhammad SAW. Inilah arti dari Khatamul Wilayah al-Muhammadiyah. Sedangkan Khatamul Wilayah Umum, dimana tidak ada lagi Wali setelah itu, ada pada Isa Alaissalam. Dan kami menemukan sejumlah kalangan sebagai Wali pada Kalbu Isa As, dan sejumlah Wali yang berada dalam Kalbu para Rasul lainnya.
Wallahu A’lam bish-Shawab.

PENTING NYA MEMPUNYAI SANAD GURU

Berkata Imam Syafii : Orang yang belajar ilmu tanpa sanadz guru bagaikan orang yang mengumpulkan kayu bakar digelapnya malam, ia membawa pengikat kayu bakar yang terdapat padanya ular berbisa dan ia tak tahu. (Faidhul Qadir juz 1 hal 433).

Berkata pula Imam Ats-Tsauri : Sanadz adalah senjata orang mukmin, maka bila kau tak punya senjata maka dengan apa kau akan berperang..??
Berkata pula Imam Ibnul Mubarak : Pelajar ilmu yang tak punya sanadz bagaikan penaik atap namun tak punya tangganya, sungguh telah Allah muliakan ummat ini dengan sanadz.
(Faidhul Qadir juz 1 hal 433).

Sebagai kata, sanadz bermakna lereng bukit atau sesuatu yang dibuat sandaran. Adapun makna sanad sebagai istilah adalah rentetan mata rantai matan (redaksi suatu informasi/pengetahuan/­ilmu) yang terdiri dari beberapa orang yang meriwayatkan yang bersambung-sambung. Pengertian terminologis ini umumnya dimaksudkan dalam disiplin ilmu hadits dan Qiro'at. Keduanya, hadits dan qira’at, menghubungkan rawi (orang yang meriwayatkan) bagil ilmu hadits dan qari (pembaca Al-Qur’an) bagi ilmu qiroo’at, yang berhulu pada Rosulillah SAW.
Sanad adalah silsilah atau mata rantai yang menyambungkan dan menghubungkan sesuatu yang terkait dan bertumpu kepada sesuatu yang lain. Dalam kacamata tasawwuf, sanad keilmuan, amalan dzikir dan ketarekatan adalah bersambungnya ikatan bathin kepada guru-guru dan mursyid.
Jadi, dalam sanadz ini, terkandung aspek muwashalah (hubungan dan ketersambungan) satu pihak dengan pihak yang lain, akibat adanya tahammul wa al-ada’ (mengambil dan memberi).
Sistem sanad merupakan salah satu mekanisme pencarian ilmu dan pengetahuan yang sempurna. Karena setiap pengetahuan yang dipindahkan itu dapat dipertanggungjawabkan otensitas dan keabsahannya melalui rantaian periwayatan setiap perawi. Ketelitian ini dapat dilihat dari kaidah ulama hadits dengan hanya mengambil hadits dari perawi yang tsiqah (dapat dipercaya). Begitu juga dengan kaidah disiplin ilmu qira’at.
Disiplin ilmu sanadz dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting dalam menjamin keshahihan ilmu yang disampaikan sehingga dianggap sebagai bagian masalah kepentingan agama. Al-Imam Ibnu Sirin (110 H/728 M) mengungkapkan :
“Sesungguhnya ilmu ini (ilmu sanad) termasuk urusan agama. Oleh karena itu, perhatikanlah dari siapa kamu mengambil ajaran agama kamu”.
Begitupun dengan Imam Abdullah bin Al-Mubarak (181 H/797 M), yang menyatakan urgensi ilmu sanad ini dalam ungkapannya :
“Rangkaian sanad itu merupakan bagian agama. Kalu bukan karena menjaga sanad, pasti siapapun akan dapat semaunya mengatakan apa saja yang dia ingin katakan”.
Ibnu Al-Mubarak juga berkata, “Pelajaran ilmu yang tak punya sanad bagaikan menaiki atap tanpa punya tangganya, sungguh telah Allah muliakan umat ini dengan sanadz..
Bahkan Imam As-Syafi’I mengingatkan, “Orang yang belajar ilmu tanpa sanadz guru bagaikan orang yang mengumpulkan kayu bakar di kegelapan malam. Ia membawa kayu bakar yang diikatnya padahal terdapat padanya ular berbisa dan ia tak tahu.

DUNIA

DUNIA

Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzily

Awas! Waspadalah dengan kesibukan dunia manakala dunia mendekatimu.

Awas! Dengan penyesalannya manakala dunia pergi darimu. Orang yang cerdas sama sekali tidak tergantung pada sesuatu (dunia) yang apabila dunia datang ia sibuk dan apabila pergi ia menyesal. Lalu ada yang berkata padanya, “Mereka telah memburu dan mereka telah terampas.”

IKHLAS merupakan Siapapun yang meraih sedikit saja dari dunia secara halal dengan disertai etika (adab), hatinya telah selamat dari pengotoran dan dari neraka hijab. Etika (adab) di sini ada dua macam: Adab sunnah dan adab ma’rifat. Adab sunnah adalah berpijak pada ilmu pengetahuan melalui tujuan dan niat yang baik semata bagi Allah. Sedangkan adab ma’rifat disertai izin, perintah, ucapan dan isyarat yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala. Isyarat di sini, merupakan pemahaman dari Allah terhadap hamba-Nya melalui cahaya keindahan-Nya dan keagungan-Nya.

Ilahi, dunia ini hina, hinalah orang yang berkubang di dalamnya, kecuali dzikrullah. Sedangkan akhirat itu mulia, dan mulia pula orang yang ada di dalamnya. Sementara Engkau yang menghinakan kehinaan dan memuliakan kemuliaan. lalu mana bisa mulia orang yang memburu selain Diri-Mu? Tau bagaimana bisa zuhud orang yang memilih dunia bersama-Mu? Maka benarkanlah secara hakiki diriku dengan hakikat zuhud sehingga aku tidak membutuhkan lagi mencari selain Diri-Mu, dan kokohkan dengan hakikat ma’rifat sehingga aku tidak butuh mencari-Mu lagi.

Ilahi, bagaimana orang yang mencari-Mu bisa sampai kepada-Mu, atau bagaimana orang yang lari dari-Mu bisa kehilangan Diri-Mu? Maka carilah aku dengan kasih sayang-Mu, dan jangan engkau cari diriku dengan siksa-Mu wahai Yang Maha Pengasih, wahai Yang Maha Menyiksa.

“Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”

Tak ada masalah besar bagi kami, kecuali dua hal ini: cinta dunia secara berlebihan dan rela menduduki kebodohan. Sebab, cinta dunia itu tonggak dari segala dosa besar, sedang menempati kebodohan adalah tonggak segala kedurhakaan. Sungguh Allah memperkaya dirimu jauh dari dunia lebih baik dibanding Allah memperkaya dirimu dengan dunia. Maka demi Allah tak seorang pun bisa kaya dengan dunia, sebab bagaimana bisa kaya dengan dunia, sementara firman-Nya: “Katakanlah, sesungguhnya harta dunia itu amat sedikit.”

Ada seseorang datang kepadaku, ketika aku ada dalam gua di Marokko. Lalu ia berkata padaku, “Engkau punya keahlian di bidang ilmu kimia, ajarilah aku.” Kukatakan padanya, “Baik aku akan mengajarimu tentang kimia, namun aku tidak memperdayaimu dari ilmu kimia itu satu huruf pun, seandainya engkau menerima, dan aku lihat engkau tidak akan menerima...?” Orang itu menjawab, “Hai, demi Allah aku pasti menerima.” Lalu kukatakan, “Gugurkanlah makhluk dari hatimu, dan putuskanlah keinginan agar Tuhanmu memberikan sesuatu yang selain apa yang telah diberikan padamu dari Tuhanmu.” Orang itu menegaskan, “Sungguh, aku tidak mampu menjalankan ini!”. Lalu kukatakan padanya, “Bukankan sudah kukatakan padamu, kalau engkau tidak akan menerima. Kalau begitu pergilah.”

Ada empat perkara, jadilah dirimu bersamanya, dan masuklah kapan saja engkau mau. 1) Janganlah engkau mengangkat pemimpin yang kafir, 2) janganlah memandang orang mukmin sebagai musuh, 3) jauhkanlah hatimu dari dunia dan bersiaplah menyongsong kematian, dan 4) bersaksilah bagi Allah dengan Keesaan-Nya, dan bersaksilah bagi Rasul dengan risalahnya. Lalu amalkanlah. Ucapkan:

“Aku beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, seluruh takdir-Nya, dan seluruh kalimat-kalimat yang bercabang-cabang dari Kalimat-Nya (Kami tidak membedakan antara seseorang dari para Rasul-Nya) dan kami katakan sebagaimana mereka katakan, (kami mendengar dan kami patuh, hanya ampunan-Mu wahai Tuhan kami, dan kepada-Mu lah tempat kembali).”

Siapa pun yang berpijak pada empat hal tersebut, Allah akan menjamin empat hal di dunia dan empat hal di akhirat. (Di dunia) benar dalam bicara; ikhlas dalam beramal; rizki seperti hujan dan terjaga dari keburukan. Sedangkan di akhirat mendapatkan: ampunan agung; kedekatan yang sangat (kepada Allah); masuk ke dalam syurga yang luhur dan mendapatkan derajat tinggi. Kamudian mendapatkan empat hal pula dalam agama: Masuk ke dalam Allah; bermajlis bersama-Nya; mendapat Salam dari Allah dan meraih keridhaan Allah yang besar.

Apabila engkau ingin benar dalam ucapan, maka resapkanlah dalam dirimu dengan membaca: “Sesunggunya Kami telah menurunkan Al-Qur’an di malam qadar (lailatul qadr)”.

Apabila engkau ingin ikhlas beramal, resapkan dalam dirimu dengan membaca: “Katakanlah: Allah itu Esa”

Apabila engkau ingin luas dalam riziki, resapkankan dalam dirimu dengan membaca: “Katakanlah: Aku berlindung pada Tuhannya manusia.”

Aku pernah melihat Rasulullah Saw. bersabda: “Ada empat perkara yang tak bisa dipahami sama sekali, sedikit ataupun banyak: Cinta dunia; alpa akhirat; takut miskin dan takut manusia.”

“Seburuk-buruk manusia adalah orang yang bakhil dengan dunianya terhadap orang yang berhak, maka bagaimana dengan orang yang bakhil dengan dunia terhadap yang memiliki dunia (Allah).”

Aku melihat seakan-akan diriku berada di tempat yang tinggi. Lalu aku bermunajat: Ilahi, manakah kondisi ruhani yang paling engkau cintai dan ucapan manakah yang paling benar menurut-Mu? Amal manakah yang paling bisa menunjukkan kecintaan pada-Mu? Tolonglah aku dan tunjukkanlah diriku. Maka dikatakan padaku: “Kondisi ruhani paling Kucintai adalah ridha disertai musyahadah; sedangkan ucapan paling benar menurut-Ku adalah ucapan, Laa ilaaha illaLlah secara jernih. Sementara amal yang paling bisa menunjukkan kecintaan-Ku adalah membenci dunia dan putus asa terhadap ahli dunia, disertai keselarasan dengan-Ku.”

Lepaskanlah dirimu dari berlebihan terhadap cinta dunia, tinggakanlah untuk terus menerus bermaksiat, langgengkanlah pada masalah rahmat laduniyah (dari sisi Allah), dan mohonlah pertolongan melalui rahmat itu pada segala tindakan, serta janganlah hatimu bergantung dengan sesuatu, maka engkau termasuk orang-orang yang sangat mendalam (dan benar) dalam ilmu, dimana rahasia batin dan ilmu tidak pernah hilang.

Apabila muncul gangguan hatimu berupa bisikan maksiat dan dunia, lemparkanlah bisikan itu di bawah dua telapak kakimu sebagai sesuatu yang hina, sekaligus sebagai refeksi zuhud, lalu penuhilah hatimu dengan ilmu dan petunjuk. Janganlah engkau menunda-nunda, yang bisa membuatmu tenggelam dalam kegelapannya dan anggota badanmu terlepas di sana, lalu engkau harus memeluknya, baik melalui hasrat, fikiran, kehendak dan gerakan. Kala itu, lubuk hati menjadi terombang-ambing, dan seorang hamba “bagaikan telah disesatkan oleh syetan di pesawangan yang menakutkan dalam keadaan bingung, dia mempunyai sahabat-sahabat yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan): “Marilah ikuti kami,” katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk.” Sedangkan petunjuk itu tidak akan pernah ada kecuali pada orang yang bertaqwa; tiada orang yang bertaqwa kecuali orang itu kontra terhadap dunia. Tiada orang yang kontra terhadap dunia kecuali orang yang menghina dirinya. Tidak ada orang yang menghina dirinya kecuali orang yang tahu akan dirinya. Tidak pula tahu orang yang tahu akan dirinya kecuali orang yang tahu Allah. Tidak ada yang mengenal Allah kecuali orang yang mencintai-Nya, dan tidak ada orang yang mencintai-Nya kecuali orang yang telah dipilih dan dikasihi Allah, dan antara dirinya terhalang dari hawwa dan nafsunya. Ucapkanah: “Ya Allah, wahai Yang Maha Kuasa, wahai Yang Maha Menghendaki, wahai Yang maha Perkasa, wahai Yang Maha Bijaksana, wahai Yang Maha Terpuji, wahai Tuhan, wahai Sang Raja, wahai Yang Ada, wahai Yang Memberi Petunjuk wahai Yang Maha Memberi nikmat. Limpahkanlah kepadaku rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Memberi Anugerah, dan Engkau memberi nikmat pada hamba-Mu dengan nikmat agama dan nikmat hidayah, ”menuju jalan yang lurus, jalan Allah yang Dia pemilik apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah hanya kepada Allah lah segala urusan kembali,” melalui kemuliaan Nama Agung ini. Amin.”

Apabila engkau berhadapan dengan suatu yang menjadi bagian dari dunia maka bacalah: “Wahai Yang Maha Kuat, wahai Yang Maha Perkasa, wahai Yang Maha Mengetahui, wahai Yang Maha Kuasa, wahai Yang Maha Mendengar, wahai Yang Maha Melihat.”

Manakala tambahan bekal tiba, berupa bekal dunia maupun akhirat, maka bacalah: ”Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami dari karunia keutamaan-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah.”(Q.s. at-Taubah: 59)

Wahai orang yang berhasrat pada jalan selamat-Nya yang beruntung menuju hadirat Kehidupan-Nya, jauhilah memperbanyak diri atas apa yang diwenangkan Allah kepadamu. Tinggalkan apa yang tidak masuk dibawah ilmumu dari apa yang telah dihalalkan oleh Allah bagimu. Bergegaslah menuju kewajiban-kewajibanmu, dan tinggalkan kesibukan manusia pada umumnya untuk menjaga batinmu. Maka dalam hal meninggalkan memperbanyak diri, merupakan zuhud, dan meninggalkan hal-hal yang tidak termasuk dalam ilmumu adalah wara’. Renungkan sabda Rasulullah Saw. ”Kebaikan adalah yang menentramkan jiwa dan menentramkan kalbu. Sedangkan dosa adalah sesuatu yang merajut-rajut dalam jiwa dan membawa keraguan dalam dada, walaupun manusia lain telah menasehatimu dengan yang selain dosa itu.” Maka fahamilah.Sibuk menjaga rahasia batin berarti menghormati hakikat-hakikat keimanan. Jika engkau seorang pedagang yang jeli, maka tinggalkanlah kemauanmu untuk pasrah pada Kehendak-Nya, disertai ridha pada seluruh aturan-Nya. “Dan siapakah yang lebih baik daripada Allah sebagai hukum bagi orang-orang yang yakin?” Hadis ini cukup bagimu, ”Dunia itu haramnya adalah siksa, dan halalnya adalah hisab.” Dunia yang tak ada hisab kelak di akhirat dan tak ada hijab ketika di dunia, adalah dunia yang bagi pemiliknya tidak mengandung hasrat kehendak sebelum adanya dunia itu, dan tidak pula mengandung hasrat ketika dunia menyertainya, tidak pula kecewa ketika dunia hilang dari sisinya. Sedangkan kebebasan mulia hanya bagi orang yang meraih dunia secara berhadapan, tanpa sedikit pun pengaruh yang memperdayai hatinya (karena dunia itu).

Aku pernah bermimpi melihat Abu Bakr ash-Shiddiq, lalu beliau berkata padaku, “Tahukah engkau apa tanda keluarnya cinta duniawi dari dalam kalbu?” Aku bertanya, “Apa itu?” Beliau menjawab, “Meninggalkannya ketika ada, dan merasa ringan ketika dunia tak ada.”

Risalatul Murid Habib Abdullah al Haddad

Risalatul Murid Habib Abdullah al Haddad

Mukasyafah (penyingkapan rahasia)

Diantara perkara-perkara yang bisa membahayakan seorang murid ialah mencita-citakan
(menginginkan) Mukasyafah (penyingkapan rahasia-rahasia Tuhan) dan berharap keramat
serta perkara-perkara diluar kebiasaan adat berlaku atas dirinya.
Ingatlah wahai murid, bahwa perkara-perkara serupa ini tidak akan muncul selagi kamu dituntut atau diminta-minta dengan berdasarkan hawa dan nafsu kerana pada kebiasaanya ia tidak akan muncul melainkan pada orang-orang yang membencinya dan tidak menduganya sama sekali.

Keterangan:
“Kebanyakkan murid dan salik bercita-cita untuk memperolehi ‘mukasyafah’ yaitu terbukanya rahasia-rahasia Tuhan dan bila terbukanya rahasia ketuhanan maka beralihlah ia untuk mencapai kedudukkan keramat yang mempunyai perkara-perkara diluar kebiasaan adat resam sebagai manusia biasa kerana tercapainya kedudukkan keramat akan membawanya kepada kedudukkan luar biasa, macam ‘superman’. Ingatlah wahai murid dan salik, perkara ini tidak akan datang selagi kamu mencarinya atau meminta-minta dengan berlandaskan hawa nafsu.
Kerana pada kebiasaanya keramat ini tidak akan datang melainkan pada orang-orang yang
sangat membencinya dan tidak sangka sama sekali bila ia datang. Orang yang benci pada
kedudukkan keramat ini adalah semata-mata tidak mahu diganggu oleh manusia lain kerana tumpuan yang selama ini diberikan untuk Allah akan beralih kepada manusia dengan terpaksa melayani fi’il tabiat manusia yang hanya ingin kesenangan dan menolak kesusuhankerana kebanyakkan manusia seperti ini adalah manusia yang buta mata hatinya”.Adakalanya perkara-perkara seumpama keramat dan sebagainya itu terjadi juga pada golongan orang yang tertipu dengan cita-cita untuk mencelakakan dirinya dan sebagai suatu pengujian terhadap kamu Mu’minin yang lemah I’tikadnya. Semua itu tidak boleh dikira sebagai keramat yang benar, malah ia merupakan sebagai suatu penghinaan kepada orangorang yang mendakwa keramat itu. Sebab keramat hanya lahir (ada) pada orang-orang ahli istiqamah, yakni orang-orang yang sudah terkenal lurus dalam perjalanannya.

Keterangan:
“Kadang-kadang perkara seperti keramat berlaku juga pada orang yang tertipu dengan
angan-angannya. Ini adalah sebagai hukuman dari Allah untuk mencelakakan dirinya dan
sebagai pelajaran bagi kaum mu’minin yang lemah keyakinannya terhadap Allah Taala.
Sekiranya berlaku juga sesuatu diluar dugaan manusia itu adalah ‘ketetapan hukum yang
berlaku pada masa itu’ bukan pada keramat seperti yang didakwa oleh orang yang tertipu dan orang yang ditipu. Keramat hanya akan datang pada orang-orang yang ahli didalam istiqamah sahaja. Lain cara jangan haraplah! Istiqamah didalam menjalankan ketaatan perintah Allah Taala dan RasulNya. Sangatlah mudah untuk mengetahui seseorang itu menerima anugerah keramat ataupun tidak, lihatlah akan ketaatannya pada perintah Allah dan RasulNya. Mudah bukan! Maka dengan itu janganlah lekas terperdaya dengan dakwaan seseorang itu keramat atau tidak, lihatlah pada istiqamahnya”.
Wahai kamu murid! Sekiranya Allah Taala telah memberikan penghormatan keramat kepada
kamu, maka hendaklah kamu mensyukuriNya. Awas, janganlah pula kamu berhenti dari
meneruskan amalan kamu lantaran keramat itu telah muncul atas diri kamu. Juga hendaklah kamu tidak bermegah sangat dengan keramat itu, lalu kamu mengantungkan semua harapan ke atasnya. Hendaklah kamu merahsiakan keramat itu dari orang ramai dan jangan membicarakannya dengan mereka.

Risalatul Murid Habib Abullah al Haddad

Risalatul Murid Habib Abullah al Haddad

Memelihara Hati

Setiap murid (baik suka atau tidak, sekiranya dia mengakui dirinya sebagai seorang murid yang menuntut) harus berusaha memelihara hatinya daripada rasa Was Was, Cita Cita Kosong(suka berangan angan) dan apa saja yang datang dalam fikirannya yang kotor.
Pintu hati setiap murid harus didirikan sesuai dengan dibangunkannya dinding supaya dapatmengawasi sesuatu yang datang menghampirinya. Sekiranya tidak ada persiapan batas dan dan dinding pada diri setiap murid, mana mungkin dapat dilihat gejala gejala yang disebutkan diatas tadi masuk dan merusakkan diri murid itu.
Apabila hati sudah rusak akan menjadi susah untuk mengeluarkan penyakit yang sudah
berselaput didalamnya. Sepertinya dari usia muda sudah banyak melalaikan tanggungjawab sebagai hamba tuhan dengan tidak menjalankan kewajipan dan menjauhi laranganNya.
Pastinya gejala gejala itu sudah melekat seakan-akan sudah dipatri. Kerana itulah setiap murid harus sentiasa membersihkan hatinya yang menjadi tempat pandangan Tuhan supaya hati tidak tertarik pada pujukkan hawa nafsu dan syahwat keduniaan.
Murid murid harus memelihara hatinya dan harus mengenali musuh-musuhnya supaya tidak
melangkah masuk kesempadan dan dinding yang telah dibangunkan, tidak masuk kerumahnya,dimana boleh membawanya jauh dari Allah swt. Tanpa mengenali musuh-musuhnya manamungkin dapat menghalang dari serangan mereka?

Keterangan:
Perhatian harus di tekankan seperti berikut:
17 Petunjuk Jalan Thariqat
1. “Memelihara hati dari sifat sifat dendam khusumat, sifat hasad dengki, sifat suka
menipu dan sifat suka membelit terhadap kaum Muslimin.
2. Jangan sekali-kali suka pada sangkaan buruk terhadap sesiapapun dari kaum
Mu’minin. Sebaiknya ditujukan hatinya untuk menasihati kaum Muslimin, bersifat
pengasih dan sentiasa bersangka baik kepada semua orang. Sifat begini sangat susah
untuk diamalkan kerana sentiasa melihat akan kelemahan orang lain khususnya
seperguruan. Hanya dia INGAT dia yang faham dan suka ketawakan rakan
seperguruan dan orang lain.
3. Segala kebaikan yang disukai harus disukai untuk orang lain. Jangan halang orang
lain untuk dapat membuat kebaikan.
4. Setiap murid harus mengetahui bahwa hati mempunyai berbagai penyakit-penyakit
yang lebih berat, lebik buruk dan lebih busuk dari maksiat-maksiat pancaindera. Oleh
kerana ada penyakit itulah maka murid tidak boleh menerima makrifatullah (mengenal
Allah) akan kecintaanNya melainkan di hapuskan habis-habisan penyakit itu. Contoh
penyakit yang bahaya ini ialah sifat membesarkan diri atau bongkak, riya’ dan hasad
dengki. Bila ada sifat membesar diri menandakan kurang akal (kefahaman tak ada / tak
faham) dan jahil. Siapa yang membesarkan diri, tidak ada rasa kebimbangan sekiranya
dia meninggi diri terhadap orang lain dengan apa yang Allah kurniakan kelebihankelebihanNya
kelak Allah akan merampas semula segala kurniaNya disebabkan
kelakuan dan perbuatannya yang buruk yang ingin MENCUBA MENANDINGI KUASA
TUHAN dalam Sifat KebesaranNya. Manakala sifat riya’ pula suka menunjuk-nunjuk
menandakan hatinya kosong daripada sifat suka membesarkan Allah dan suka
mengagungkan Allah kerana amal yang dibuatnya hanya pura pura saja. Dia merasa
kurang puas amalnya jika diketahui oleh Tuhan Rabbul Alamin saja. Jadi kena tunjuk
pada orang lain yang dia tu Alim, Wara, ada Ilmu dan tempat orang menanyakan
fatwa.
5. Selain dari itu, harus setiap murid menjaga pancainderanya seperti mata, jangan
melihat apa-apa yang haram, yang shubhat, apa yang boleh menaikkan syahwat.
Mulut, jangan banyak cakap. Sebaliknya banyak diamkan diri. Banyakkan membaca
Quran, Zikir dan berdoa. Jaga mulut daripada terkeluar perkataan-perkataan yang
kotor dan boleh menjatuhkan maruah kaum muslim dan bukan muslim. Telinga, jangan
mendengar cerita-cerita bohong, cerita kosong, cerita menaruh harapan dan lain-lain.
Jadikan telinga suka mendengar bacaan Quran, Zikir, dan Berdoa. Suka mendengar
nasihat-nasihat dan lain-lain. Tangan, jagalah tangan daripada mengambil barang
kepunyaan orang lain tanpa izin. Jangan nak tunjuk kuat dengan tangan, asyik nak
tumbuk orang aje hingga lupa tumbukkan dari Tuhan tak nampak. Jadikan tangan itu
suka kepada kebajikan, mengambil wudhu, mengambil Quran, mengambil Tasbih dan
lain-lain. Kaki, jadikan kaki suka dan redha ke masjid, ketempat kuliah, menziarah
ulama, menziarah orang sakit, menziarah kubur dan lain-lain. Masyallah. Banyak
sangatlah.
6. Setiap murid hendaklah berzuhud didunia. Sekiranya tidak mampu berzuhud didunia
hendaklah menuntut dunia (mintak) dari Pemilik dunia itu sendiri; iaitu Allah swt.
Semua hati manusia berada didalam genggaman Tuhan.
18 Petunjuk Jalan Thariqat
7. Jauhkan, buang sifat hasad kerana sifat hasad jelas menentang kekuasaan Allah Taala
dan membantah akan kudratNya dalam kerajaanNya. Allah swt menganugerahkan
nikmatNya kepada setiap hambaNya dan sudah semestinya atas kehendakNya.
Sekiranya setiap hamba khususnya murid memilih sesuatu yang bertentangan dengan
apa yang dipilihkan oleh Allah swt itu menandakan sihamba sudah melakukan kurang
ajar terhadap Allah swt dan wajib mendapat kemurkaanNya.
8. Tidak baik memeram dengki terhadap sesiapa yang bersaing dengannya dalam sesuatu
tujuan ataupun yang pernah membantunya dalam sesuatu urusan.
9. Harus menanamkan rasa cinta terhadap saudara saudaranya didalam hati serta
berusaha dengan zahirnya mengajak dan mengumpul mereka supaya belajar agama
untuk menuju ke jalan Allah dan berlumba lumba dalam mentaatiNya.
10. Jauhkan pada Cintakan Dunia kerana itu ada Pokok Segala Bencana sebagaimana
tersebut didalam sebuah hadis. “Jika hati terselamat dari penyakit cintakan dunia,
niscaya ia menjadi putih dan bersih, baik dan bercahaya; dan ketika itu sesuailah
untuk menerima limpahan cahaya dari Allah swt dan mudahlah baginya untuk
menyingkap (menangkap) rahasia-rahasia Tuhan”.

Mencegah Seluruh Anggota Dari Maksiat
Panduan selanjutnya diharuskan setiap murid untuk berusaha mencegah dirinya dan seluruh
anggota dari melakukan maksiat dan dosa. Setiap anggota harus digesa (diajak bersama) untuk
mengerjakan ketaataan semata-mata kepada dan kerana Allah Taala dan tidak mengerakkan
diri dan anggota untuk melakukan sesuatu melainkan perkara itu boleh dan mendatangkan
manfaat pada dirinya di Hari Akhirat.

Keterangan:
“Dari panduan dan nasihat-nasihat yang lalu, dimana setiap salik dan murid harus mengikuti
panduan dan nasihat itu sekiranya niat dan tujuan si salik dan murid itu benar, semata-mata
inginkan Allah Taala. Maka dari tajuk diatas itu tidak akan ada sesuatu yang boleh mencegah
atau menghalang si salik dan murid yang sudah dan akan mengambil dan melaksanakan
panduan dan nasihat dari Imam Habib Abdullah Bin Alwi AlHaddad.
Oleh kerana niat dan tujuan si salik itu benar maka dengan dorongan kemauan iaitu rahsia
ketuhanan yang sudah dicampakkan kedalam hati si salik dan murid maka selaras (kena) pada
niat dan tujuan si salik dan murid maka tumbuhlah pergerakkan dan perbuatan untuk
membersihkan diri si salik dan murid dengan segera.

Sangat menyedikan perkara ini tidak akan boleh berlaku pada murid di mana dorongan
kemauan_rahsia ketuhanan yang dilimpahkan pada mereka tidak selaras (tidak kena / tidak
tepat) oleh kerana niat dan tujuan si salik dan murid itu tidak benar dan bohong belaka.
Hanya mereka yang benar niatannya akan mengambil panduan dan garisan ini didalam
menjalankan perlaksanaan tersebut. Benarlah kata Imam Habib Abdullah bahwa, dorongan
kemauan_rahsia ketuhanan diberikan oleh Allah kepada yang dipilihNya tetapi hanya mereka
sahaja yang tidak mahu menerima pemberian Allah Taala. Tidak mahu berusaha dengan
sekuat tenaga, tidak mahu istiqamah dalam pelaksanaan. Asyik nak cepat aje. Lekas bosan,
lekat penat, suka menangguhkan dan melambatkan.

Melihat dorongan batin itu satu perkara yang kecil yang tidak ada harga yang diberikan oleh
Allah Taala. Alasan-alasan itu menunjukkan bahwa niatan dan tujuannya tidak benar yang
berkuasa pada diri murid sebenarnya ialah Iblis dan Syaitan kerana mereka lebih senang
mengikuti nasihat mereka daripada nasihat Imam Habib Abdullah AlHaddad. Maka yang
sebenar benar si salik dan murid yang menjalankan panduan dan nasihat nasihat itulah
yang dikatakan oleh Imam Habib Abdullah AlHaddad, hamba yang DIUTAMAKAN oleh
Allah Taala. Untuk tidak mengajak diri dan anggota dari melakukan sesuatu yang tidak
mendatang kemanfaatan didunia dan akhirat, lihatlah pada niat dan tujuan yang ditanamkan.
Hanya itulah jalan yang ada. Selain berdoa . . .”

Bencana Lisan
Setiap murid murid harus bersungguh sungguh dalam memelihara lisan (lidah) mereka kerana
bentuk lisan itu kecil akan tetapi bencananya sangat berat sekali.
Keterangan:
“Langkah seterusnya bagi murid-murid hendaknya menjaga lidah yang zahir dan lidah yang
batin daripada mengeluarkan kata-kata yang hina, kata-kata yang mendatangkan dosa dan
kata-kata yang tidak mendatangkan faedah.
Ikutilah langkah panduan seterusnya;

1. Kita mempunyai dua lidah. Yang Zahir terletak dimulut dan Yang Batin letaknya didalam
hati. Setiap kali didalam permulaan percakapan baik pada zahir mahupun batin, hendaklah
kita berfikir dahulu samada percakapan itu baik atau tidak disisi Allah. Adakah percakapan
itu akan menjatuhkan maruah pada orang yang ditujukan percakapan? Perlukah untuk
bercakap dan untuk apa dan apa faedahnya?
2. Tahanlah lidah daripada bercakap bohong (hanya ingin menunjukkan diri yang betul dan
benar, menutup perkara yang sebenar dan lain-lain), tahan lidah dari mengumpat (bercerita
pasal orang lain terutama kesalahan orang lain).
3. Hindarilah segala percakapan yang dilarang oleh agama.
4. Menjaga diri dari mengeluarkan percakapan yang cabul dan kotor.
5. Jalan sekali-kali melibatkan diri dalam perkara-perkara yang tidak ada kena mengena
dengan diri sendiri (jangan suka memasang telinga pada perbualan orang lain) walaupun
perbuatan itu tidak haram, namun akan mengeraskan hati dan mensia-siakan waktu tanpa
faedah.
6. Jangan mengerakkan lidah kecuali membaca AlQuran, Berzikir, Berdoa, Menyampaikan
nasihat kepada saudara yang Muslim, Menyuruh berbuat ma’ruf (baik) dan mencegah berbuat
munkar (jahat).
7. Menyuruh sesuatu hajat keduniaan yang akan membantunya untuk kepentingan akhiratnya.
8. Hindarilah lidah menjadi ‘munafiq’; sekiranya susah untuk menjadi orang yang menjaga
amanah, lebih baik ‘DIAM’.
20 Petunjuk Jalan Thariqat
Nabi saw pernah bersabda; “Setiap percakapan anak Adam dikira atasnya, kecuali berzikir
kepada Allah ataupun menyuruh berbuat ma’ruf (baik) dan melarang berbuat munkar (jahat)”.

Risalatul Murid Habib Abdullah al Haddad

Risalatul Murid Habib Abdullah al Haddad

Peranan Zikir

Hal yang penting bagi orang yang menuju ke jalan Allah, sesudah mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan, ialah berzikir kepada Allah swt.
Wahai murid yang budiman, berzikirkepada Allah Taala dengan lisan dan dengan hati, pada setiap munasabah dan pada setiapwaktu dan tempat.
Adapun zikir yang terkumpul didalamnya segala maksud zikir-zikir dan tujuan-tujuannya yang zahir mahupun batin, iaitu sebutan La ilaaha illallaah (Tiada Tuhan melainkan Allah).
Zikir inilah yang wajib dilazimkan oleh orang-orang permulaan menuju ke jalan Allah dan yang wajib kembali kepadaNya oleh orang-orang yang telah sampai ke ke puncak makrifatullah.
Sesiapa yang ingin merasakan sesuatu rahasia dari rahasia-rahasia thariqat dan disingkap tabirbaginya dengan sesuatu cahaya Nur Hakikat, maka hendaklah ia melazimkan diri denganberzikir kepada Allah Taala dengan hati yang hadir, penuh adab dan tertib dengan tujuan yangbenar serta tawajjuh (menghadapkan diri) yang penuh khusyu’ dan tawaddhu
Apabila semua sifat-sifat ini terkumpul pada diri seseorang ketika berzikir, maka mudah
tersingkap baginya al-Malakut al-A’la (kerajaan Allah yang maha tinggi) dan rohnya akanmencapai ke kemuncak Haqaaiq al-Alam al-Ashfa (hakikat-hakikat alam yang suci) dan matahatinya akan melihat dengan jelas al-Jamal al-Aqdas al-Asmaa (kecantikan suci yang mahatinggi).

Keterangan:
“Kepada para murid dan salik yang memiliki cita-cita yang sebenar. Sesudah mengerjakanperintah dan meninggalkan laranganNya hendaknya jangan sekali-kali meninggalkan zikirkepadaNya. Berzikirlah (Ingatlah padaNya) dengan lidah dan hati yang sedar tanpa lalaidisetiap kali pada setiap waktu dan tempat. Zikir sangat mujarab dan amat berkesan dan akanmenjadi sebagai pendinding bagi sesiapa yang dapat mengamalkan dengan baik sehinggamenjadi darah daging.
Zikir ini akan bertindak sebagai pelindung dan sebagai peringatanbagi pengamalnya didalam mengharungi kehidupan dunia dan diakhirat kelak. Sekali lagijangan tinggalkan zikir. Sebagai tanda bagi sesiapa yang tidak meninggalkan zikir harian, adalah merupakan tanda ada perhubungan yang dijalinkan dan atas izin Tuhannya. Zikir yang paling utama bagi setiap murid dan salik yang berthariqat adalah La ilaaha illallaah.
Inilah zikir yang teragung, yang tertinggi bagi segala zikir-zikir. Dengan kalimat
inilah Nabi Muhammad saw diutuskan kedunia dengan tugas menyampaikan perintah
TuhanNya bahwa Tiada Tuhan melainkan Allah. Zikir inilah yang harus dilazimkan oleh
dimana terkumpul didalamnya segala maksud zikir-zikir dan tujuan yang zahir ataupun batin.
Maka jangan tinggalkan atau abaikan dalam apa juga keadaan.
Zikir Tahlil atau dinamakan juga Zikir Tauhid adalah pengamal-pengamal permulaan menuju kejalan Allah juga wajib dilazimkan bagi mereka yang berkeinginan untuk kembali kepadaNya dan juga bagi mereka yang telah sampai kepuncak makrifatullah.

Bagi siapa (murid dan salik) yang ingin mendapatkan dan merasakan sesuatu rahasia rahasia
thariqat dan tersingkapnya tabir yang menghalanginya dengan sesuatu maka hendaklah sentiasa berzikir dengan Zikir Tauhid dengan hati yang hadir (menyadari apa yang dibacanya), dengan beradab serta tertib juga bersandarkan tujuan yang benar (tidak ada apa apa
hajat yang melencong), menghadapkan dirinya dengan penuh khusyu’ serta dengan
kerendahan hati dan ikhlas. Insyallah atas izin Allah akan tercapailah hajat untuk mencapai
rahasia-rahasia tersebut.
Bila mana kesemua syarat dan sifat sudah terkumpul pada seseorang yang berzikir maka akan
tersingkaplah baginya al-Malakut al-A’la iaitu dapat melihat kerajaan Allah yang Maha
Tinggi) dan rohnya akan mendaki, naik ke puncak Haqaaiq al-Alam al-Ashfa iaitu dapat
melihat hakikat sebenarnya alam-alam yang suci yang dimiliki oleh Allah dan mata hatinya
akan dapat melihat dengan jelas al-Jamal al-Aqdas al-Asmaa iaitu keindahan yang suci dan
sifat-sifat nama ketuhanan yang Maha Tinggi)”.

Mengenal Ahlu Sunnah wal Jama'ah

Mengenal Ahlu Sunnah wal Jama'ah

al-‘Arif Billah al-Imam as-Sayyid Abdullah ibn ‘Alawi al-Haddad (w 1132 H), Shahib ar-Ratib, dalam
karyanya berjudul Risalah al-Mu’awanah, h. 14, menuliskan:

“Hendaklah engkau memperbaiki akidahmu dengan keyakinan yang benar dan meluruskannya di atas
jalan kelompok yang selamat (al-Firqah an-Najiyah). Kelompok yang selamat ini di antara
kelompok-kelompok dalam Islam adalah dikenal dengan sebutan Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Mereka
adalah kelompok yang memegang teguh ajaran Rasulullah dan para sahabatnya. Dan engkau apa bila
berfikir dengan pemahaman yang lurus dan dengan hati yang bersih dalam melihat teks-teks al-
Qur’an dan Sunnah-Sunnah yang menjelaskan dasar-dasar keimanan, serta melihat kepada
keyakinan dan perjalanan hidup para ulama Salaf saleh dari para sahabat Rasulullah dan para
Tabi’in, maka engkau akan mengetahui dan meyakini bahwa kebenaran akidah adalah bersama
kelompok yang dinamakan dengan al-Asy’ariyyah. Sebuah golongan yang namanya dinisbatkan
kepada asy-Syaikh Abu al-Hasan al-Asy’ari -Semoga rahmat Allah selalu tercurah baginya-. Beliau
adalah orang yang telah menyusun dasar-dasar akidah Ahl al-Haq dan telah memformulasikan dalil-
dalil akidah tersebut. Itulah akidah yang disepakati kebenarannya oleh para sahabat Rasulullah dan
orang-orang sesudah mereka dari kaum tabi’in terkemuka. Itulah akidah Ahl al-Haq setiap genarasi
di setiap zaman dan di setiap tempat. Itulah pula akidah yang telah diyakini kebenarannya oleh para
ahli tasawwuf, sebagaimana telah dinyatakan oleh Abu al-Qasim al-Qusyairi dalam pembukaan
Risalah-nya (ar-Risalah al-Qusyairiyyah). Itulah pula akidah yang telah kami yakini kebenarannya,
serta merupakan akidah seluruh keluarga Rasulullah yang dikenal dengan as-Sadah al-Husainiyyin,
yang dikenal pula dengan keluarga Abi ‘Alawi (Al Abi ‘Alawi). Itulah pula akidah yang telah diyakini
oleh kakek-kakek kami terdahulu dari semenjak zaman Rasulullah hingga hari ini.

Adalah al-Imam
al-Muhajir yang merupakan pucuk keturunan dari as-Sadah al-Husainiyyin, yaitu as-Sayyid asy-
Syaikh Ahmad ibn ‘Isa ibn Muhammad ibn ‘Ali Ibn al-Imam Ja’far ash-Shadiq -semoga ridla Allah
selalu tercurah atas mereka semua-, ketika beliau melihat bermunculan berbagai faham bid’ah dan
telah menyebarnya berbagai faham sesat di Irak maka beliau segera hijrah dari wilayah tersebut.
Beliau berpindah-pindah dari satu tempat ke tampat lainnya, dan Allah menjadikannya seorang yang
memberikan manfa’at di tempat manapun yang beliau pijak. Hingga pada akhirnya beliau sampai di
tanah Hadramaut Yaman dan menetap di sana hingga beliau meninggal. Allah telah menjadikan
orang-orang dari keturunannya sebagai orang-orang banyak memiliki berkah, hingga sangat banyak
orang yang berasal dari keturunannya dan dikenal sebagai orang-orang ahli ilmu, ahli ibadah, para
wali Allah dan orang-orang ahli ma’rifat. Sedikitpun tidak menimpa atas semua keturunan Al-Imam
agung ini sesuatu yang telah menimpa sebagian keturunan Rasulullah dari faham-faham bid’ah dan
mengikuti hawa nafsu yang menyesatkan. Ini semua tidak lain adalah merupakah berkah dari
keikhlasan al-Imam al-Muhajir Ahmad ibn ‘Isa dalam menyebarkan ilmu-ilmunya, yang karena untuk
tujuan itu beliau rela berpindah dari satu tempat ke tampat yang lain untuk menghindari berbagai
fitnah.

Semoga Allah membalas baginya dari kita semua dengan segala balasan termulia, seperti
paling mulianya sebuah balasan dari seorang anak bagi orang tuanya. Semoga Allah mengangkat
derajat dan kemulian beliau bersama orang terdahulu dari kakek-kakeknya, hingga Allah
menempatkan mereka semua ditempat yang tinggi. Juga semoga kita semua dipertemukan oleh
Allah dengan mereka dalam segala kebaikan dengan tanpa sedikitpun dari kita terkena fitnah.
Sesungguhnya Allah maha pengasih. Dan ketahuilah bahwa akidah al-Maturidiyyah adalah akidah
yang sama dengan akidah al-Asy’ariyyah dalam segala hal yang telah kita sebutkan”.

Al-Imam al-Hafizh as-Sayyid Murtadla az-Zabidi (w 1205 H), dalam pasal ke dua pada Kitab
Qawa’id al-‘Aqa’id dalam kitab Syarh Ihya’ berjudul Ithaf as-Sadah al-Muttaqin Bi Syarh Ihya’
‘Ulumiddin, j. 2, h. 6, menuliskan: “Jika disebut nama Ahlussunnah Wal Jama’ah maka yang
dimaksud adalah kaum Asy’ariyyah dan kaum Maturidiyyah”.

Al Imam As Sayyid Alawi bin Abbas Al Maliki Dalam Kisah "Ngalap Berkah" Air Mizab Ka'bah

Al Imam As Sayyid Alawi bin Abbas Al Maliki Dalam Kisah "Ngalap Berkah" Air Mizab Ka'bah

Suatu ketika, al-Imam al-Sayyid ‘Alwi bin Abbas al-Maliki al-Hasani (ayahanda al-Sayyid Muhammad bin ‘Alwi al-Maliki) sedang duduk-duduk di serambi Masjidil Haram bersama murid-muridnya dalam halaqah pengajiannya. Di bagian lain serambi Masjidil Haram tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di juga duduk-duduk bersama anak buahnya. Sementara orang-orang di Masjidil Haram sedang larut dalam ibadah. Ada yang shalat dan ada pula yang thawaf. Pada saat itu, langit di atas Masjidil Haram diselimuti mendung tebal yang menggelantung. Sepertinya sebentar lagi hujan lebat akan segera mengguyur tanah suci umat Islam itu.

Tiba-tiba air hujan itu pun turun dengan lebatnya. Akibatnya, saluran air di atas Ka’bah mengalirkan air hujan itu dengan derasnya. Melihat air begitu deras dari saluran air di atas kiblat kaum Muslimin yang berbentuk kubus itu, orang-orang Hijaz seperti kebiasaan mereka, segera berhamburan menuju saluran itu dan mengambil air tersebut. Air itu mereka tuangkan ke baju dan tubuh mereka, dengan harapan mendapatkan berkah dari air itu.
Melihat kejadian tersebut, para polisi pamong praja Kerajaan Saudi Arabia, yang sebagian besar berasal dari orang Baduwi daerah Najd itu, menjadi terkejut dan mengira bahwa orang-orang Hijaz tersebut telah terjerumus dalam lumpur kesyirikan dan menyembah selain Allah subhanahu wa ta’ala dengan ngalap barokah dari air itu.

Akhirnya para polisi pamong praja itu menghampiri kerumunan orang-orang Hijaz dan berkata kepada mereka yang sedang mengambil berkah air hujan yang mengalir dari saluran air Ka’bah itu, “Hai orang-orang musyrik, jangan lakukan itu. Itu perbuatan syirik. Itu perbuatan syirik. Hentikan!” Demikian teguran keras para polisi pamong praja kerajaan Wahhabi itu.

Mendengar teguran para polisi pamong praja itu, orang-orang Hijaz itu pun segera membubarkan diri dan pergi menuju Sayyid ‘Alwi yang sedang mengajar murid-muridnya di halaqah tempat beliau mengajar secara rutin. Kepada beliau, mereka menanyakan perihal hukum mengambil berkah dari air hujan yang mengalir dari saluran air di Ka’bah itu. Ternyata Sayyid ‘Alwi membolehkan dan bahkan mendorong mereka untuk terus melakukannya.

Menerima fatwa Sayyid ‘Alwi yang melegitimasi perbuatan mereka, akhirnya untuk yang kedua kalinya, orang-orang Hijaz itu pun berhamburan lagi menuju saluran air di Ka’bah itu, dengan tujuan mengambil berkah air hujan yang jatuh darinya, tanpa mengindahkan teguran para polisi Baduwi tersebut. Bahkan ketika para polisi Baduwi itu menegur mereka untuk yang kedua kalinya, orang-orang Hijaz itu menjawab, “Kami tidak peduli teguran Anda, setelah Sayyid ‘Alwi berfatwa kepada kami tentang kebolehan mengambil berkah dari air ini.”

Akhirnya, melihat orang-orang Hijaz itu tidak mengindahkan teguran, para polisi Baduwi itu pun segera mendatangi halaqah Syaikh Ibnu Sa’di, guru mereka. Mereka mengadukan perihal fatwa Sayyid ‘Alwi yang menganggap bahwa air hujan itu ada berkahnya. Akhirnya, setelah mendengar laporan para polisi Baduwi, yang merupakan anak buahnya itu, Syaikh Ibnu Sa’di segera mengambil selendangnya dan bangkit berjalan menghampiri halaqah Sayyid ‘Alwi. Kemudian dengan perlahan Syaikh Ibn Sa’di itu duduk di sebelah Sayyid ‘Alwi. Sementara orang-orang dari berbagai golongan, berkumpul mengelilingi kedua ulama besar itu. Mereka menunggu-nunggu, apa yang akan dibicarakan oleh dua ulama besar itu.

Dengan penuh sopan santun dan etika layaknya seorang ulama besar, Syaikh Ibnu Sa’di bertanya kepada Sayyid ‘Alwi: “Wahai Sayyid, benarkah Anda berkata kepada orang-orang itu bahwa air hujan yang turun dari saluran air di Ka’bah itu ada berkahnya?”
Mendengar pertanyaan Syaikh Ibn Sa’di, Sayyid ‘Alwi menjawab: “Benar. Bahkan air tersebut memiliki dua berkah.”
Mendengar jawaban tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di terkejut dan berkata: “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”
Sayyid ‘Alwi menjawab: “Karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Kitab-Nya tentang air hujan:
“Dan Kami turunkan dari langit air yang mengandung berkah.” (QS. 50 : 9).
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman mengenai Ka’bah:
“Sesungguhnya rumah yang pertama kali diletakkan bagi umat manusia adalah rumah yang ada di Bekkah (Makkah), yang diberkahi (oleh Allah).” (QS. 3 : 96).

Dengan demikian air hujan yang turun dari saluran air di atas Ka’bah itu memiliki dua berkah, yaitu berkah yang turun dari langit dan berkah yang terdapat pada Baitullah ini.”
Mendengar jawaban tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di merasa heran dan kagum kepada Sayyid ‘Alwi. Kemudian dengan penuh kesadaran, mulut Syaikh Ibnu Sa’di itu melontarkan perkataan yang sangat mulia, sebagai pengakuannya akan kebenaran ucapan Sayyid ‘Alwi: “Subhanallah (Maha Suci Allah), bagaimana kami bisa lalai dari kedua ayat ini.”

Kemudian Syaikh Ibnu Sa’di mengucapkan terima kasih kepada Sayyid ‘Alwi dan meminta izin untuk meninggalkan halaqah tersebut. Namun Sayyid ‘Alwi berkata kepada Syaikh Ibnu Sa’di: “Tenang dulu wahai Syaikh Ibnu Sa’di. Aku melihat para polisi baduwi itu mengira bahwa apa yang dilakukan oleh kaum Muslimin dengan mengambil berkah air hujan yang mengalir dari saluran air di Ka’bah itu sebagai perbuatan syirik. Mereka tidak akan berhenti mengkafirkan dan mensyirikkan orang dalam masalah ini sebelum mereka melihat orang seperti Anda melarang mereka. Oleh karena itu, sekarang bangkitlah Anda menuju saluran air di Ka’bah itu. Lalu ambillah air di situ di depan para polisi Baduwi itu, sehingga mereka akan berhenti mensyirikkan orang lain.”

Akhirnya mendengar saran Sayyid ‘Alwi, Syaikh Ibnu Sa’di segera bangkit menuju saluran air di Ka’bah. Ia basahi pakaiannya dengan air itu, dan ia pun mengambil air itu untuk diminumnya dengan tujuan mengambil berkahnya. Melihat tindakan Syaikh Ibnu Sa’di ini, para polisi Baduwi itu pun akhirnya pergi meninggalkan Masjidil Haram dengan perasaan malu.
Kisah ini disebutkan oleh Syaikh Abdul Fattah Rawwah, dalam kitab Tsabat (kumpulan sanad-sanad keilmuannya). Beliau murid Sayyid ‘Alwi al-Maliki dan termasuk salah seorang saksi mata kejadian itu.

Ngalap Berkah

Berkah (barokah) diartikan dengan tambahnya kebaikan (ziyadah al-khair). Sedangkan tabarruk bermakna mencari tambahnya kebaikan atau ngalap barokah (thalab ziyadah al-khair). Demikian para ulama menjelaskan.

Masyarakat kita seringkali mendatangi orang-orang saleh dan para ulama sepuh dengan tujuan tabarruk. Para ulama dan orang saleh memang ada barokahnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Berkah Allah bersama orang-orang besar di antara kamu.” (HR. Ibn Hibban (1912), Abu Nu’aim dalam al-Hilyah (8/172), al-Hakim dalam al-Mustadrak (1/62) dan al-Dhiya’ dalam al-Mukhtarah (64/35/2). Al-Hakim berkata, hadits ini shahih sesuai kriteria al-Bukhari, dan al-Dzahabi menyetujuinya.)

Al-Imam al-Munawi menjelaskan dalam Faidh al-Qadir, bahwa hadits tersebut mendorong kita mencari berkah Allah subhanahu wa ta’ala dari orang-orang besar dengan memuliakan dan mengagungkan mereka. Orang besar di sini bisa dalam artian besar ilmunya seperti para ulama, atau kesalehannya seperti orang-orang saleh. Bisa pula, besar dalam segi usia, seperti orang-orang yang lebih tua.

Jika ada yang bertanya, “Bagaimana Islam menanggapi orang-orang yang melakukan ziarah ke makam para wali dengan tujuan mencari berkah?”

Di antara amal yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah subhanahu wa ta’ala adalah ziarah makam para nabi atau para wali. Baik ziarah tersebut dilakukan dengan tujuan mengucapkan salam kepada mereka atau karena tujuan tabarruk (ngalap barokah) dengan berziarah ke makam mereka. Maksud tabarruk di sini adalah mencari barokah dari Allah subhanahu wa ta’ala dengan cara berziarah ke makam para wali.

Orang yang berziarah ke makam para wali dengan tujuan tabarruk, maka ziarah tersebut dapat mendekatkannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan tidak menjauhkannya dari Allah subhanahu wa ta’ala. Orang yang berpendapat bahwa ziarah wali dengan tujuan tabarruk itu syirik, jelas keliru. Ia tidak punya dalil, baik dari al-Qur’an maupun dari hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Al-Hafizh Waliyyuddin al-’Iraqi berkata ketika menguraikan maksud hadits:
“Sesungguhnya Nabi Musa as berkata, “Ya Allah, dekatkanlah aku kepada tanah suci sejauh satu lemparan dengan batu.” Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Demi Allah, seandainya aku ada disampingnya, tentu aku beritahu kalian letak makam Musa, yaitu di tepi jalan di sebelah bukit pasir merah.”

Ketika menjelaskan maksud hadits tersebut, al-Hafizh al-’Iraqi berkata:
“Hadits tersebut menjelaskan anjuran mengetahui makam orang-orang saleh untuk dizarahi dan dipenuhi haknya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah menyebutkan tanda-tanda makam Nabi Musa u yaitu pada makam yang sekarang dikenal masyarakat sebagai makam beliau. Yang jelas, tempat tersebut adalah makam yang ditunjukkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam.” (Tharh al-Tatsrib, [3/303]).

Pada dasarnya ziarah kubur itu sunnat dan ada pahalanya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Dulu aku melarang kamu ziarah kubur. Sekarang ziarahlah.” (HR. Muslim). Dalam satu riwayat, “Barangsiapa yang henda ziarah kubur maka ziarahlah, karena hal tersebut dapat mengingatkan kita pada akhirat.” (Riyadh al-Shalihin [bab 66]).

Di sini mungkin ada yang bertanya, adakah dalil yang menunjukkan bolehnya ziarah kubur dengan tujuan tabarruk dan tawassul? Sebagaimana dimaklumi, tabarruk itu punya makna keinginan mendapat berkah dari Allah subhanahu wa ta’ala dengan berziarah ke makam nabi atau wali. Kemudian para nabi itu meskipun telah pindah ke alam baka, namun pada hakekatnya mereka masih hidup. Dengan demikian, tidak mustahil apabila mereka merasakan datangnya orang yang ziarah, maka mereka akan mendoakan peziarah itu kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Para nabi itu hidup di alam kubur mereka seraya menunaikan shalat.” (HR. al-Baihaqi dalam Hayat al-Anbiya’, [1]).

Sebagai penegasan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang telah wafat, dapat mendoakan orang yang masih hidup, adalah hadits berikut ini:
“Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Hidupku lebih baik bagi kalian. Kalian berbuat sesuatu, aku dapat menjelaskan hukumnya. Wafatku juga lebih baik bagi kalian. Apabila aku wafat, maka amal perbuatan kalian ditampakkan kepadaku. Apabila aku melihat amal baik kalian, aku akan memuji kepada Allah. Dan apabila aku melihat sebaliknya, maka aku memintakan ampun kalian kepada Allah.” (HR. al-Bazzar, [1925]).

Karena keyakinan bahwa para nabi itu masih hidup di alam kubur mereka, kaum salaf sejak generasi sahabat melakukan tabarruk dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam setelah beliau wafat. Hakekat bahwa para nabi dan orang saleh itu masih hidup di alam kubur, sehingga para peziarah dapat bertabarruk dan bertawassul dengan mereka, telah disebutkan oleh Syaikh Ibn Taimiyah berikut ini:
“Tidak masuk dalam bagian ini (kemungkaran menurut ulama salaf) adalah apa yang diriwayatkan bahwa sebagian kaum mendengar jawaban salam dari makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam atau makam orang-orang saleh, juga Sa’id bin al-Musayyab mendengar adzan dari makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam pada malam-malam peristiwa al-Harrah dan sesamanya. Ini semuanya benar, dan bukan yang kami persoalkan. Persoalannya lebih besar dan lebih serius dari hal tersebut. Demikian pula bukan termasuk kemungkaran, adalah apa yang diriwayatkan bahwa seorang laki-laki datang ke makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu mengadukan musim kemarau kepada beliau pada tahun ramadah (paceklik). Lalu orang tersebut bermimpi Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan menyuruhnya untuk mendatangi Umar bin al-Khaththab agar keluar melakukan istisqa’ dengan masyarakat. Ini bukan termasuk kemungkaran. Hal semacam ini banyak sekali terjadi dengan orang-orang yang kedudukannya di bawah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan aku sendiri banyak mengetahui peristiwa-peristiwa seperti ini.” (Syaikh Ibn Taimiyah, Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqim, juz. 1, hal. 373).

Kisah laki-laki yang datang ke makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam di atas, telah dijelaskan secara lengkap oleh al-Hafizh Ibn Katsir al-Dimasyqi, murid terkemuka Syaikh Ibn Taimiyah, dalam kitabnya al-Bidayah wa al-Nihayah. Beliau berkata:

“Al-Hafizh Abu Bakar al-Baihaqi berkata, Abu Nashr bin Qatadah dan Abu Bakar al-Farisi mengabarkan kepada kami, Abu Umar bin Mathar mengabarkan kepada kami, Ibrahim bin Ali al-Dzuhli mengabarkan kepada kami, Yahya bin Yahya mengabarkan kepada kami, Abu Muawiyah mengabarkan kepada kami, dari al-A’masy, dari Abu Shalih, dari Malik al-Dar, bendahara pangan Khalifah Umar bin al-Khaththab, bahwa musim paceklik melanda kaum Muslimin pada masa Khalifah Umar. Maka seorang sahabat (yaitu Bilal bin al-Harits al-Muzani) mendatangi makam Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan mengatakan: “Hai Rasulullah, mohonkanlah hujan kepada Allah untuk umatmu karena sungguh mereka benar-benar telah binasa”. Kemudian orang ini bermimpi bertemu dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan beliau berkata kepadanya: “Sampaikan salamku kepada Umar dan beritahukan bahwa hujan akan turun untuk mereka, dan katakan kepadanya “bersungguh-sungguhlah melayani umat”. Kemudian sahabat tersebut datang kepada Umar dan memberitahukan apa yang dilakukannya dan mimpi yang dialaminya. Lalu Umar menangis dan mengatakan: “Ya Allah, saya akan kerahkan semua upayaku kecuali yang aku tidak mampu”. Sanad hadits ini shahih. (Al-Hafizh Ibn Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, juz 7, hal. 92. Dalam Jami’ al-Masanid juz i, hal. 233, Ibn Katsir berkata, sanadnya jayyid (baik). Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibn Abi Khaitsamah, lihat al-Ishabah juz 3, hal. 484, al-Khalili dalam al-Irsyad, juz 1, hal. 313, Ibn Abdil Barr dalam al-Isti’ab, juz 2, hal. 464 serta dishahihkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari, juz 2, hal. 495).

Apabila hadits di atas kita cermati dengan seksama, maka akan kita pahami bahwa sahabat Bilal bin al-Harits al-Muzani radhiyallahu ‘anhu tersebut datang ke makam Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan tujuan tabarruk, bukan tujuan mengucapkan salam. Kemudian ketika laki-laki itu melaporkan kepada Sayidina Umar radhiyallahu ‘anhu, ternyata Umar radhiyallahu ‘anhu tidak menyalahkannya. Sayidina Umar radhiyallahu ‘anhu juga tidak berkata kepada laki-laki itu, “Perbuatanmu ini syirik”, atau berkata, “Mengapa kamu pergi ke makam Rasul shallallahu alaihi wa sallam untuk tujuan tabarruk, sedangkan beliau telah wafat dan tidak bisa bermanfaat bagimu”.

Hal ini menjadi bukti bahwa bertabarruk dengan para nabi dan wali dengan berziarah ke makam mereka, itu telah dilakukan oleh kaum salaf sejak generasi sahabat, tabi’in dan penerusnya.

Kemuliaan Air Zam-zam

Kemuliaan Air Zam-zam


Sejarah singkat mata air zam-zam
Imam Bukhori meriwayatkan didalam kitab Shohihnya seputar sumber air Zam-zam. Ketika Nabi Ibrahim dan istrinya Hajar serta bayinya Ismail tiba di Makkah, saat itu Makkah belum berpenghuni. Tanahnya pegunungan, kering dan tak satu pun manusia tinggal disana kecuali keluarga Nabi Ibrahim. Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk meninggalkan istri dan anaknya menuju Palestina. Dengan berat hati beliau melangkahkan kaki meninggalkan mereka yang amat beliau cintai di tempat yang sepi dan tak berpenghuni dengan perbekalan air dan kurma yang tidak memadai.

Ketika langkah kakinya sudah jauh dan tidak terlihat lagi oleh istri dan putranya, beliau memalingkan wajahnya ke Baitullah seraya berdo’a. Dengan mengangkat kedua tanganya tinggi-tinggi dan air mata yang membasahi pipinya Ibrahim berdo’a. Allah SWT mengabadikan doa beliau ini dalam al-Qur’an surat Ibrahim ayat 37 yang artinya,

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah rezeki mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur”.

Itulah do’a Nabi Ibrahim terhadap anak keturunanya, agar senantiasa menjalankan shalat sehingga berkah dan rizki tetap mengalir bagi mereka yang selalu istiqamah menjalankan perintah-Nya.

Siti Hajar terus menerus menyusui Ismail sehingga tidak terasa perbekalan kurma dan air menipis bahkan hampir habis. Hingga akhirnya Hajar tidak bisa menyusui lagi. Ketika air susu Siti Hajar kering, Ismail mulai kehausan dan menangis dengan keras sehingga Hajar bingung tidak tahu apa yang harus dikerjakan. Lalu Hajar menuju bukit Shofa sambil menoleh ke kiri dan ke kanan mengaharap ada orang yang bisa membantunya. Tapi tak satu pun manusia tampak.

Lalu Hajar menuju bukit Marwah dengan harapan yang sama sampai-sampai dia mengatakan, “Seandainya aku terus berlari-lari kecil, aku akan kecapaian. Seandainya anakku meninggal aku tidak bisa melihatnya”. Akhirnya pada putaran ketujuh tatkala turun dari bukit Marwah Hajar mendengar suara aneh dari arah Baitullah. Lalu beliau mendekatinya ternyata itu adalah malaikat sedang mengepakkan sayapnya sehingga keluar mata air.

Melihat air memancar dengan deras, Hajar mendekatinya dan berusaha membuat gundukan di sekitar air tersebut agar tidak mengalir kemana-mana. Akhirnya mata air itu disebut dengan Zam-zam. Lari-lari kecil yang dilakukan Hajar dari Shafa ke Marwah menjadi ritual haji yang disyariatkan oleh Nabi sampai saat ini yang disebut dengan Sa’i antara bukit Shafa dan Marwah tujuh putaran.

Zam-zam Sepeninggal Nabi Ismail
Salah satu kabilah dari Yaman yang dikenal dengan nama Jurhum datang dan tingal di Makkah. Mereka senang tinggal di Makkah karena terdapat air Zam-zam yang jernih dan segar dan belum pernah mereka temukan. Sumur Zam-zam telah menjadi sumber penghidupan bagi mereka. Namun keadaan itu membuat mereka lupa, lalu mereka menguasai sumur Zam-zam dengan paksa bahkan mereka semakin dzalim terhadap orang yang mengunjunginya. Mereka berani memakan harta yang dihadiahkan untuk Baitullah dan merampas harta benda orang lain yang hidup di sekitarnya, padahal pada waktu itu tidak diperkenanlan bentuk kedzoliman apapun didalamnya.

Seiring dengan sikap dan perilaku kabilah Jurhum yang semakin brutal, sedikit demi sedikit sumber air sumur Zam-zam mengecil sampai pada akhirnya tertutup sama sekali, sebagai balasan atas kebrutalan mereka. Semua perilaku Jurhum menyebabkan petaka bagi kaumnya serta orang sekitarnya. Sampai suatu ketika terjadi peperangan antara Jurhum dengan Bani Khuza'ah yang menyebabkan kabilah Jurhum terusir dari Baitullah. Seiring dengan bergulirnya waktu, sumur Zam-zam yang tertutup sedikit demi sedikit semakin tak terlihat lagi sampai pada masa Bani Hasyim (Abdul Muththalib).

Penggalian Zam-zam oleh Abdul Muththalib
Zam-zam mulai digali lagi pada masa Abdul Muththalib, kakek Rasulullah SAW. Penggalian tersebut sebelum kelahiran nabi (tahun gajah) dan berdasarkan mimpinya. Suatu ketika beliau tertidur, tiba-tiba ada perintah yang mengatakan, “Galilah thibah!” Dia bertanya, ”Apa thibah itu?” Setelah berulang kali ada suara yang memerintahkan, “Galilah Zam-zam!” Dia bertanya lagi, “Apa itu Zam-zam?” Suara itu menjawab, ”Tidak akan berhenti selamanya dan tidak akan terputus untuk memberi minum jama’ah haji yang mulia.
Ketika tempat yang ditentukan sudah jelas, maka beliau memulai mencoba untuk mengalinya. Tempat Zam-zam yang ditunjukan ternyata sangat kering, seolah-olah tidak mungkin ada sumber di dalamnya. Pengalian Zam-zam terus dilakukan walaupun banyak dari para penggali meninggal dunia. Penggalian tetap dilanjutkan oleh yang lain sampai mereka hampir merasa putus asa karena susahnya penggalain.

Melihat keadaan kaumnya yang kesusahan dalam usaha penggalian mata air Zam-zam, maka tumbuh dalam hati Abdul Muththalib untuk bernadzar, “Seandainya penggalian sumur Zam-zam sempurna dan keluar mata airnya dan aku dikaruniai sepuluh orang anak laki-laki, maka aku akan mengurbankan salah satu dari mereka”. Ternyata Allah mengabulkan nadzarnya. Dari enam wanita yang dinikahinya terlahirlah sepuluh anak laki-laki, yaitu al-Haris, Abdullah, Abu Thalib, az-Zubair, al-Abbas, Dhoror, Abu Lahab, al-Ghaidaq, Hamzah, dan al-Muqawwam.

Kehadiran sepuluh putranya menjadikan inspirasi baru lagi untuk memulai pengalian sumur Zam-zam yang pernah berhenti. Dengan izin Allah penggalian sumur Zam-zam berhasil dan keluar airnya. Setelah itu Abdul Muththalib mengundi diantara kesepuluh putranya untuk memenuhi nadzarnya. Setelah berkali-kali dilakukan, ternyata undian tetap jatuh terhadap Abdullah putra kesayangannya. Untuk melaksankan nadzarnya, Abdul Muththalib mengundang Bani Makhzum dan pemimpin kabilah-kabilah Quraisy.
Orang quraisy tetap tidak setuju dengan mengorbankan salah satu dari putranya karena dikhawatirkan akan menjadi kebiasaan orang Arab pada umumya khususnya bagi orang Makkah serta keturunan mereka.
Setelah sekian lama berdebat, akhirnya Abdul Muttolib memutuskan untuk menyembelih seratus ekor onta sebagai ganti nadzarnya.

Usia mata air Zam-zam sangat tua dibandingkan dengan usia mata air di muka bumi ini. Menurut para ulama berkisar lima ribu tahun. Selain itu, Zam-zam mempuyai nama yang sangat banyak sesuai dengan manfaatnya. Syekh Said Baghdas mengumpulkan nama Zam-zam itu sekitar lima puluh empat nama, begitu juga Al Fasi (Syifaul Gahram bi Ahbari Al Baladi Al Haram 1/404)

Fadilah air Zam-zam
Manfaat air Zam-zam sangat banyak bahkan relatif sesuai dengan keinginan dan niat orang yang meminumnya. Ini sesuai dengan hadits dan pendapat para sahabat Nabi serta para ulama', bahkan syeh Sirajuddin Al Balqini berpendapat” sesungguhnya Air Zam-zam lebih utama dari pada air telaga kautsar, berdasarkan realitas, karena hati Nabi dicuci dengan zam-zam.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa air Zam-zam adalah mata air surga. Hal ini disandarkan pada atsar yang diriwayatkan Ibnu Abbas dan Imam al-Qurtubi dalam kitab Jami'ul Ahkam. Imam Muslim juga mengamini pendapat di atas dengan berdasar pada hadits shahihnya bahwa air Zam-zam berasal dari surga. Ketika Nabi bermi’raj, disana beliau melihat empat sungai yang mengalir yaitu Furat, Nil serta dua mata air yang tak terlihat. Disinyalir bahwa salah satunya adalah sungai yang mengalir ke bumi yaitu air Zam-zam .
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa air Zam-zam adalah sebaik-baik air diatas muka bumi. Disisi lain, nabi juga mengisaratkan bahwa melihat air Zam-zam termasuk ibadah, Nabi mengatkan dalam sebuah hadisnya yang di riwayatkan Jabir RA, ia berkata: Nabi SAW bersabda;
” lima perkara merupakan ibadah, melihat Mushaf (Al Qur’an), melihat ka’bah, melihat kedua orang tua, melihat air zam-zam termasuk menghapus kesalahan-kesalahan (dosa), dan memandang wajah orang alim (ulama’)".

Yang di maksud melihat dalam hadis diatas yaitu melihat dengan perasaan penuh dengan kemulyaan dan keagungan atas kebesaran Allah. Sedangkan terhadap orang tua dan ulama, cara memandanganya penuh dengan rahmat serta berniat mendekatkan diri kepada-Nya. Imam Al Haroli didalam kitab Faidul Qodir mengatkan: ulama’ yang dimaksud adalah ulama’ syar'i.

Didalam hliyatul auliya’ juga dijelaskan bahwa melihat ka’bah termasuk penghapus dosa .
Selain itu, air Zam-zam adalah sumber penghidupan orang Makkah dan sekitarnya. Seandainya sumur Zam-zam tidak ada mungkin kehidupan di Makkah akan kering dan manusia enggan tinggal di dalamnya, tidak bisa seperti yang kita lihat saat ini.
Ada beberapa teks yang menjadi dasar bahwa air Zam-zam merupakan salah satu dari tanda-tanda kebesaran Allah SWT di samping banyak lagi tanda-tanda kebesaran-Nya di muka bumi ini. Ulama tafsir menyebutkan, yang dimaksud Ayatun Bayyinatun dalam Surat Ali Imran: 97 adalah Zam-zam, Maqam Ibrahim, Hajar Aswad serta tempat-tempat istimewa yang berada di sekitar Baitullah.

Setiap musim haji, semua tamu-tamu Allah berlomba-lomba memanfaatkan air Zam-zam dengan berbagai macam niat. Sebagian menggunakan untuk obat dari berbagai penyakit yang mereka derita. Sebagian lagi berniat membersihkan hati, seperti halnya Jibril membersihkan hati Rasulullah dengan air Zam-zam.
Sebagian orang tidak tahu manfaat dan fadilah air Zam-zam, sehingga banyak yang menganggap Zam-zam seperti air biasa bahkan banyak dari jama’ah haji yang tidak mengerti manfaat dan fadhilah air Zam-zam sehingga kadangkala tidak santun terhadap penggunaannya.

Ikatan Zam-zam dengan Nabi
Air Zam-zam mempunyai ikatan kuat dengan Rasulullah. Beliau pernah dicuci hatinya dengan Zam-zam ketika masih anak-anak oleh Malaikat Jibril AS. Anas bin Malik pernah mengatakan, “Sungguh aku telah melihat bekas pembedahan di dada Nabi ”. Imam al-Bukhari juga menjelaskan bagaimana pembedahan dada Nabi ketika hendak Isra’ Mia’raj bersama malaikat Jibril AS. Hati Nabi pernah dicuci dengan Zam-zam kurang lebih empat kali, pertama ketika beliau masih dibawah asuhan Halimatus Sa’diyah, umurnya sekitar empat tahun, yang kedua ketika beliau berumur duapuluh tahun, yang ketiga ketika datangnya Jibril membawa wahyu, dan yang ke-empat ketika hendak Isra’ mi’roj . Iamam Ibnu Hajar Al asqolani dalam fathul bari juga menjelaskan tengtang proses pembedahan dada Nabi. Oleh karena itu beliau tidak mempunyai sedikit pun penyakit hati, karena semua sudah dikeluarkan oleh malaikat Jibril atas izin Allah SWT.

Rasulullah juga pernah mengambil air Zam-zam dengan timba dan mencampur ludahnya dengan Zam-zam lalu mngembalikan timba itu ke dalam sumur . Imam Ahmad juga menceritakan bagaimana Rasulullah pernah menyemprotkan air yang telah dibuat kumur kedalam sumur. Oleh karena itu air Zam-zam disebut juga dengan air barokah, air surga, air obat, dan banyak lagi nama lainya.
Abu Musa al-Asy’ari dan muadzin Nabi, Bilal bin Rabah, pernah disuruh meminum air Zam-zam yang sudah dipakai membasuh tangan dan muka Nabi yang mulia. Kemudian Nabi berkata, "Minumlah air ini, dan ratakanlah ke wajah kalian berdua”. Kemuliaan air Zam-zam lainya yaitu bahwa air itu telah tercampur dengan ludah Rasulullah, ini merupakan kemulyaan dan mu’zizat dari-Nya.

Penyembuhan Penyakit dengan Zam-zam
Air Zam-zam tidak hanya diminum tatkala haus, namun mempunyai kistimewaan yang tidak mungkin dimiliki air lainya. Secara medis Zam-zam sudah teruji di laboratorium bahwa Zam-zam mempunyai kandungan mineral yang luar biasa. Waktu telah mengujinya. Keberadaan Zam-zam sudah sekitar lima ribu tahun lamanya, namun ia tidak berubah. Sekian banyak tamu-tamu Allah meminum dan membawanya pulang, bahkan dikirim ke berbagai negara sejak zaman Nabi sampai saat ini, ternyata air Zam-zam tak pernah kering.
Berbagai jenis penyakit mulai dari penyakit berat sampai penyakit ringan bahkan penyakit hati, dengan izin Allah bisa sembuh dengan barakah air Zam-zam.

Hal ini banyak dilakukan oleh tamu-tamu Allah yang datang dari seluruh penjuru dunia. Mereka mengonsumsi Zam-zam dengan niat penyembuhan penyakit yang mereka derita. Dan ternyata usaha penyembuhan lewat air Zam-zam ini berhasil. Banyak dari kawan, santri, mahasiswa, yang sembuh dari berbagai penyakit yang mereka derita seperti kanker, diabetes, asam urat, pilek, dan lain-lain setelah mengkosumsi Zam-zam secara kontinyu serta didasari niat yang benar.

Banyak dari para sahabat dan tabi’in serta ulama-ulama menjelaskan bagaimana adab (sopan-santun) terhadap Zam-zam serta cara meminumnya sesuai petunjuk Nabi. Di bawah ini kisah para ulama yang minum Zam-zam dengan niat agar sembuh dari penyakitnya.
1. Imam Ahmad bin Hanbal
Putra beliau yang bernama Abdullah pernah mengatakan, ”Saya telah melihat beliau minum air Zam-zam dengan niat penyembuhan dari penyakit, lalu mengusapkan pada kedua tangan dan muka beliau.
2. Imam Abu Hanifah dan Imam asy-Syafi’i
Kedua imam mujtahid ini meminum Zam-zam dengan niat menambah keilmuan, sehingga dengan izin Allah keduanya termasuk menjadi ulama yang benar-benar mumpuni dalam bidang fiqh dan hadits. Banyak lagi dari dari ulama yang menjadikan Zam-zam sebagai obat penyembuh penyakit lahir batin.

Menurut riwayat yang dikutip oleh Ibnu Hajar al-'Asqalani, “Sesungguhnya Zam-zam itu tergantung bagi yang meminumnya”.
Apa yang dilakukan para ulama tersebut cukup sebagai contoh bagi kita bahwa air Zam-zam sudah teruji kebenaranya untuk penyembuhan berbagai jenis penyakit baik zhahir maupun batin dengan izin Allah SWT.

Maqam Orang Menangis

Maqam Orang Menangis

Syeikh Ahmad ar-Rifa’y

Rosullullah SAW bersabda: “Siapa pun anak yang dilahirkan, kemudian diberi nama Muhammad dalam rangka mendapatkan berkah darinya, maka ia dan anaknya berada di syurga.”

Hadits mulia ini mengandung rahasia cinta kepada Rasulullah Saw, yang bisa difahami oleh kalangan khusus yang dekat dengan Allah Swt. Mereka senantiasa menyebut namanya yang penuh berkah, yang kemudian memberikan hasrat untuk berakhlaq dengan akhlaq beliau yang suci, dalam rangka bersiteguh dengan jejak langkahnya. Sehingga anda tidak melihat mereka berhenti dalam stasiun dunia, ketika mereka menempuh jalan napak tilas Rasul Saw. Bahkan mereka senantiasa sadar dan [penuh] khusyu’, senantiasa takut kepada Allah Swt, mengikuti jejak Nabi mereka, mengamalkan sunnah Nabinya, dan merekalah yang disebut para ‘arifun.

Anak-anak sekalian. Ketahuilah kaum arifin senantiasa menangis, ketika kaum yang alpa sedang tertawa. Dan mereka sedang susah ketika kaum yang terpedaya dunia sedang gembira. Allah Swt, berfirman:

“Wajah-wajah mereka hari itu berseri-seri, kepada Tuhannya terus memandang.”
“Wajah-wajah mereka berseri, riang penuh gembira.”

Ragam orang menangis:

Sesungguhnya Allah Swt, telah menyebutkan bukti-bukti menuju ma’rifat. Dan diantara tanda kaum arifin senantiasa lebih banyak menangis dan mengalir air matanya karena Allah Ta’ala. Sebagaimana firmanNya: “Dan mereka sujud gelisah dengan menangis.”

Allah Swt mencerca kaum alpa, karena mereka lebih banyak bersendagurau dan tidak pernah menangis.
“Apakah dari kisah ini mereka heran dan mereka tertawa-tawa dan tidak menangis?”

Menangis itu ada kalanya:

Menangis mata
Menangis hati
Menangis rahasia batin.

Menangis mata adalah tangisan kaum ma’rifat yang kembali hatinya kepada Allah Swt.
Menangis hati adalah tangisan kaum ma’rifat yang sedang menempuh jalan menuju Allah Swt.
Menangis rahasia batin, adalah kaum ma’rifat yang menangis karena mereka menjadi pecinta Allah Swt.

Perlu diketahui, bahwa kalangan ahli ma’rifat mempunyai kesusahan yang tersembunyi di bawah rahasia batin mereka, tertutupi oleh pemikiran mereka, maka, ketika rahasia batinnya memuncah, berhembuslah angina rasa takut penuh cinta karena Kharisma Ilahi. Sedangkan hatinya begolak jilatan api kegelisahan, yang membakar seluruh remuk redamnya kealpaan dan kelupaan kepada Tuhannya Azza wa-Jalla.

Derajat Tangis

Tangisan itu terdiri enam arah:
Menangis karena malu, seperti tangisan Nabi Adam as.
Menangis karena kesalahan, seperti tangisan Nabi Dawud as.
Menangis karena takut, seperti tangisan Nabi Yahya bin Zakaria.
Menangis karena kehilangan, seperti tangisan Nabi Ya’qub as.

Menangis karena Kharisma Ilahi, seperti tangisan seluruh para Nabi as, yaitu dalam firmanNya: “Ketika dibacakan ayat-ayat Sang Rahman kepada mereka, maka mereka bersujud dan menangis.” (Maryam: 58)

Menangis karena rindu dan cinta, seperti tangisan Nabi Syu’aib as, ketika beliau menangis sampai matanya buta, kemudian Allah Swt, mengembalikan menjadi sembuh, lalu beliau menangis lagi hingga buta kembali sampai tiga kali. Lalu Allah Swt, memberikan wahyu kepadanya: “Wahai Syu’aib, bila tangisanmu karena engkau takut neraka, Aku sudah benar-benar mengamankan dirimu dari neraka. Dan jika tangismu karena syurga, Aku telah mewajibkan dirimu syurga.” Ayub menjawab, “Tidak Ya Tuhan, namun aku menangis karena rindu ingin memandangmu…”

Kemudian Allah Swt, menurunkan wahyu kepadanya, ”Sungguh wahai Syu’aib! Sangat benar orang yang menghendakiKu, menangis dari dalam rindu kepadaKu. Untuk penyakit ini tidak ada obatnya, kecuali bertemu denganKu.”

Diriwayatkan bahwa Nabi Saw, bersabda: “Bila seorang hamba menangis karena takut kepada Allah atas masalah ummat, sungguh Allah Swt memberikan rahmat bagi ummat itu, karena tangisan hamba tadi.”

Rabi’ah ra, berkata, “Aku menangis selama sepuluh tahun karena merasa jauh dari Allah Swt, dan sepuluh tahun lagi menangis karena bersama Allah Swt, kemudian sepuluh tahun menangis karena menuju kepada Allah Swt. Menangis karena bersama Allah, disebabkan sangat berharap padaNya. Sedangkan menangis jauh dari Allah Swt, karena takut kepadaNya. Adapun menangis karena menuju Allah Swt, karena sangat rindu kepadaNya.”

Salah satu Sufi berkata, “Aku masuk ke rumah abi’ah al-Bashriyah, ketika itu ia sedang sujud. Lalu aku duduk di sisinya, hingga ia bangun mengangkat kepalanya. Kulihat ditempat sujudnya menggenang air matanya. Aku bersalam kepadanya, dan ia jawab salamku. Ia berkata, “Apa kebutuhanmu?” tanyanya.

“Aku ingin datang kepadamu..” kataku.

Lalu ia menangis, dan memalingkan wajahnya dariku. Ketika ia menangis, ia mengatakan, “Sejuknya matahatiku harus datang dariMu? Sungguh mengherankan orang yang mengenalMu, bagaimana ia bisa sibuk dengan selain DiriMu? Mengherankan sekali! Orang yang menghendakiMu, bagaimana ia menginginkan selain DiriMu?”

Atha’ as-Sulamy ra, ketika menagis banyak berungkap: “Oh Tuhan, kasihanilah diriku yang putus menujuMu, kasihanilah berpalingku dari selain DiriMu, kasihanilah keterasinganku di NegeriMu, kasihanilah rasa takutku pada hamba-hambaMu dan berhentinya diriku di hadapanMu.”

Al-Fudhail bin Iyadh menegaskan, “Ketika aku sedang thawaf, aku bertemu seseorang yang roman mukanya berubah dan tubuhnya kurus kering, ia menangis dengan menderu, lalu aku dekati ia. Tiba-tiba ia berkata, “Oh Tuhanku!betapa mesranya hati para pecinta,betapa ringannya hati para airfin, sungguh tak akan putus harapan perindumu.”
Tiba-tiba kudengar bisikan suara mengatakan, “Wahai Waliyullah, sungguh tujuh langit ikut menangis. Diam! Sekarang apa yang kamu pinta!.”

Diriwayatkan bahwa Nabi Adam as, ketika diturunkan dari syurga, ia menangis sampai airmatanya menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, lalu Allah Swt, mewahyukan padanya, “Tangisan ini karena kehilangan syurga, lalu mana tangisan karena meninggalkan khidmah bakti padaKu?”

Lalu Nabi Adam as, terkejut, hingga sampai pada kalimat ikhlas. Lalu berucap”Laa Ilaaha Illa Anta Subhanaka…” (Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau!)
Allah Swt, berfirman, : “Maka Adam mendapatkan kalimat-kalimat dari Tuhannya, lalu ia taubat kepadaNya.”

Dzun Nuun al-Mishry –semoga Allah Swt, merahmatinya– mengatakan, “Aku melihat lelaki di Makkah sedang menangis dengan tangisan ahli ma’rifat, lalu aku mendekat,

“Apakah engkau punya kekasih?” tanyaku.
“Betul!” jawabnya.
“Jauh apa dekat kekasihmu itu?”
“Dekat,” katanya.
“Selaras denganmu apa tidak?”
“Sungguh selaras denganku.”
“Subhanallah! Lalu kenapa engkau menagis?”
“Ketahuilah, siksaan karena dekat dan serasi itu lebih pedih, ketimbang siksaan karena jauh dan kontra…!”

Dikisahkan bahwa Rabiah –Rahimahallahu Ta’ala– suatu hari sedang lewat di salah satu jalan di Bashrah. Tiba-tiba ada tetesan yang menetes dari kesdihan, lalu ia bertanya, “Tetesan apakah itu?” Lalu dijawab, “Itu dari tangisan Hasan.” Rabi’ah lalu berkata, “Katakanj semua ya pada Hasan, seandainya airmata bertambah terus hingga sampai ke Arasy sana, sebagai rasa cinta kepada Allah Swt, sungguh airmata itu sangat sedikit sekali.”

Abbad bin Syumaid bin Ujlan berkata:”Apakah orang munafiq itu menmangis?”
Lalu dijawab, “Menangis dari mata kepala, memang. Tapi tangisan dari hati, tidak!”

Fudhail ra, mengatakan, “Bila anda melihat seseorang menangis tapi hatinya alpa, maka itulah tangisan munafiq. Tangisan yang sesungguhnya adalah tangisan qalbu.”

Malik bin Dinar ra, ditanya, “Tidakkah engkau datang dengan seorang qari’ yang membaca di hadapanmu?”

“Kematian kekasih tidak butuh pada peratap tangisan.”

Ka’b al-Ahbar ra, menandaskan, “Suatu tangisanku setets karena takut kepada Allah Ta’ala, lebih kucintai disbanding sedekah segunung emas.”

Dalam tangisan Malik bin Dinar ra, seringkali munajat, “Duh diriku! Engkau ingin bersanding pasa Sang Maha Jabbar, dan menjadi orang yang terpilih, lalu mana engkau tinggalkan syahwat nafsumu? Sudah sejauh mana engkau mendekat kepada Allah? Wali mana yang engkau cintai karena Allah? Musuh mana yang engkau benci karena Allah? Menahan diri yang mana yang engkau lakukan karena Allah? Tidak! Jika semua itu tidak karena ampunan dan rahmat Allah!”. Tiba-tiba ia pingsan.

Diriwayatkan, bahwa Allah Swt, berfirman kepada Nabi Musa as,: “Tak ada yang lebih dekat kepadaKu dibanding orang-orang yang menangis karena takut dan cinta kepadaKu.”

Tsabit an-Nasaj, ra berkata, “Nabi Dawud as, tidak pernah minum setegukpun setelah berbuat kesalahan, melainkan ia hanya menyerap airmatanya, hingga beliau menemui Allah Azza wa-Jalla (wafat).”
Ketika suatu hari melihat airmatanya banyak yang mengalir, ia berkata, “Ya Ilahi, apakah Engkau tidak kasihan atas tangisanku?”
Lalu ada suara dari langit, “Hai Dawud! Engkau masih ingat airmatamu, sedangkan engkau tidak mengingat dosa-dosamu?!”
Lantas Nabi Dawud as mengambil debu yang dipanaskan, lalu mengusap-usap kepalanya dengan debu pasir itu, sembari berkata, “Duh hilanglah air mukaku di hadapan Tuhanku.”

Di masa Hasan al-Bashry ra ada seorang lelaki yang punya anak perempuan sedang menangis, hingga matanya buta. Lelaki itu datang kepada Hasan agar didoakan dan dinasehatinya, siapa tahu ia menyadari dirinya. Lalu Hasan mendatangi gadis itu, dan berkata, “Kasihanilah dirimu!”
“Oh, guru! Mataku tidak lepas dari dua wajah, apakah layak untuk memandang Tuhanku atau tidak. Jika tidak layak maka sudah benar kalau mataku buta! Jika benar layak, maka ribuan seperti mataku ini pantas menjadi tebusan untuk memandangNya,” jawabnya.
“Aku datang untuk mengobati, malah aku yang diobati. Aku datang untuk jadi dokternya, malah aku menemukan dokterku.”

Salamah bin Khalid al-Makhzumy ra mengatakan, “Suatu hari perempuan dari Syam ada di Baitullah al-Haram, ia bisaa dipanggil Khazinah (Sang duka), karena selamanya menangis akibat rindunya kepada Allah Swt. Saat ia memandang pintu Ka’bah, selalu ia berucap, “Oh rumah Tuhanku, oh, rumah Tuhanku…”
Suatu saat pintu Ka’bah dibuka, lalu wanita itu melihat orang-orang sedang thawaf sembari menangis, dan berucap, “Diraja kami dan matahati kami…betapa panjang rindu kami kepadaMu…Kapan kami bertemu?” Wanita itu mendengarkan ucapan itu, lalu menjerit pingsan, hingga membuatnya mati.

Yahya bin Ashfar menandaskan, “Kami masuk bersama jamaah kami ke rumah Ufairah, perempuan ahli ibadah –semoga Allah Ta’ala merahmatinya-. Ia seorang yang buta karena banyaknya menangis, lalu salah satu dari kami mengatakan, “Betapa sedihnya kebutaan setelah sebelumnya bisa melihat!”.
Rupanya ia mendengar ucapan itu, dan berkata, “Hai hamba Allah! Butanya hati dari Allah Swt lebih pedih ketimbang butanya mata kepala! Aku sangat senang jika Allah memberikan kenyataan cintaNya kepadaku, dan sama sekali aku tidak ada kesedihan melainkan Allah Ta’ala mengambilnya dariku.”

Malam gelap gulita
Sedang pemaksiat lelap tidurnya.
Sang Arifun berdiri di hadap Tuhannya
Membacakan Ayat-ayat hidayah
Airmata mereka mengalir bercucuran
Tak sabar sedetik pun untuk tidak mengingatNya
Deru rindu bergelora
Sungguh pecinta tak pernah tidur.

Makam Wali Allah di Jakarta

Makam Wali Allah di Jakarta

1.SAYYIDI SYEKH ABDUL AZIS KHALIFAH THARIQAH AT TIJANIYAH ( Condet Gang Buluh Jakarta Selatan)

2. SYARIFAH SALMA BINTI HUSEIN AL-AYDRUS

3. MBAH PANGERAN SYARIF (DATUK BANJIR) BIN SYEIKH ABDURROHMAN (LUBANG BUAYA)

4. AL-HABIB UMAR BIN MUHAMMAD BIN HASAN BIN HUD AL-ATHOS (Al-Khaerot)

5. AL-HABIB ‘ALI BIN HUSEIN AL-ATHOS (Al-Hawi)

6. AL-HABIB AHMAD BIN ABDULLAH BIN HASAN AL-ATHOS (Al-Khaerot)

7. AL-HABIB ‘IDRUS BIN HUSEIN AL-HAMID AL-KHOIROT (Kramat Al-Khaerot)

8. PANGERAN JAYAKARTA BIN PANGERAN SUNGRASA WIJAYA KARTA BIN TUBAGUS ANGKE (Klender)

9. PANGERAN LAHUT (Klender)

10. PANGERAN SEGIRI BIN SULTAN AGUNG TIRTAYASA (Klender)

11. PANGERAN SURYA (KLENDER)

12. RATU ROFIAH (KLENDER)

13. SYEIKH KOMPI UBAN (KRAMAT CIPINANG)

14. SYEIKH DATUK GEONG (KRAMAT JATI)

15. SYEIKH DATUK BANJAR (KRAMAT JATI)

16. KYAI QOSIM BIN KYAI TOHIR (PULO)

17. AL-HABIB UMAR (KRAMAT KOMPI MAS SEMPER)

18. AL-HABIB MUHAMMAD SYARIF BIN ALWI BIN HASAN BIN ALI ASSEGAF (KOMPI JENGGOT)

19. SYEIKH KOMPI TIMUR (KRAMAT SUNTER)

20. SYEIKH KOMPI BARAT (KRAMAT SUNTER)

21. SYEIKH KOMPI RESO (KRAMAT SUNTER)

22. SYEIKH KOMPI PENGANTIN (KRAMAT YOS SUDARSO)

23. AL-HABIB SYARIF BIN ‘ALI BIN HUSEIN BIN UTSMAN (CUCU SUNAN GUNUNG JATI 19, KRAMAT MENGKOK) SEMPER

24. SAYYID ALI (KRAMAT BATU TIMBUL/TUMBUH SEMPER)

25. PANGERAN PUGER BIN MUHAMMAD BIN SULTAN HASANUDIN (KRAMAT DEWA KEMBAR)

26. AL-HABIB SALIM BIN SYEIKH ABU BAKAR (DEWA KEMBAR)

27. AL-HABIB SAYYID HUSEIN BIN HASAN BIN SYEIKH ABU BAKAR (KRAMAT DEWA KEMBAR)

28. AL-HABIB ‘ALI BIN AHMAD ABDULLOH AL-HABSYI/MBAH SAYYID ARELI DATO KEMBANG (KRAMAT ANCOL)

29. SYARIFAH ENENG (KRAMAT ANCOL)

30. AL-HABIB HANUN BIN SYEIKH ABU BAKAR (KRAMAT ANCOL)

31. HABABAH SYARIFAH REGOAN BINTI HANUN BINTI SYEIKH ABU BAKAR (KRAMAT ANCOL)

32. AL-HABIB HASAN BIN MUHAMMAD AL-HADDAD (MBAH PRIUK)

33. AL-HABIB SYARIF MUHSIN BIN ‘ALI BIN ISHAQ BIN YAHYA (KRAMAT CILINCING)

34. AL-HABIB SYEIKH ABDUL HALIM BIN YAHYA (KRAMAT AL-ALAM MARUNDA)

35. AL-HABIB MUHAMMAD BIN UMAR AL-QUDSY (KRAMAT KAMPUNG BANDAN)

36. AL-HABIB ‘ALI BIN ABDURROHMAN BA’ALAWY (KRAMAT KAMPUNG BANDAN)

37. AL-HABIB ABDURROHMAN BIN ALWI ASSATIRI (KRAMAT KAMPUNG BANDAN)

38. SYARIFAH FATIMAH KECIL BINTI HUSEIN AL-AYDRUS (KRAMAT PEKOJAN)

39. AL-HABIB HUSEIN BIN ABU BAKAR AL-AYDRUS (KRAMAT LUAR BATANG)

40. AL-HABIB MUHAMMAD BIN SYEIKH BIN HUSEIN AL-BAHAR (KRAMAT TUNGGAK)

41. MU’ALLIM SYAFI’I HADZAMI BIN SHOLEH RO’IDI (KEBAYORAN)

42. AL-HABIB UTSMAN BIN ABDULLOH BIN AQIL BIN YAHYA BIN AL’ALAWY (PONDOK BAMBU)

43. PANGERAN SYARIF HAMID AL-QODRI BIN AL-HABIB SULTON SYARIF
ABDUL ROHMAN AL-QODRY BIN MAULANA SYARIF HUSEIN (KRAMAT ANGKE)

44. SYARIFAH AMINAH BINTI PANGERAN SYARIF HUSEIN AL-HABSYI (KRAMAT ANGKE)

45. AL-HABIB SHOLEH AL-HABSYI (KRAMAT ANGKE)

46. KOMPI NA SYEIKH (KRAMAT ANGKE)

47. SYEIKH JA’FAR (KRAMAT ANGKE)

48. SYEIKH LIONG (KRAMAT ANGKE)

49. SYARIFAH MARIAM (KRAMAT ANGKE)

50. PANGERAN TUBAGUS ANJANI (KRAMAT ANGKE)

51. AL-HABIB SAYYID ABU BAKAR BIN SAYYID ALWI BAHSAN JAMALULLAIL (KRAMAT MANGGA DUA)

52. AL-HABIB ALWI BIN AHMAD JAMALULLAIL (KRAMAT MANGGA DUA)

53. AL-HABIB ABU BAKAR BIN ABDULLOH AL-AYDRUS (KRAMAT WACUNG)

54. SYARIFAH HUDZAIFAH BINTI ABDULLOH AL-AYDRUS (KRAMAT WACUNG)

55. PANGERAN WIJAYA KUSUMA (KRAMAT KEDOYA)

56. PANGERAN PAPAK ADIPATI TANJUNG JAYA (KRAMAT PEDONGKELAN)

57. AL-HABIB UMAR BIN HAMID BIN HASAN BIN ABDULLOH BIN AHMAD BIIN HASAN BIN SHOHIBUL ROTIB AL-HADDAD (KRAMAT PESING)

58. AL-HABIB ABBAS BIN ABU BAKAR BIN HUSEIN BIN AHMAD BIN ABDULLOH AL-AYDRUS (KRAMAT RAYA BOKOR)

59. AL-HABIB UTSMAN BIN MUHAMMAD BIN AHMAD BANAHSAN (KRAMAT ABIDIN)

60. AL-HABIB UMAR BIN UTSMAN BIN MUHAMMAD BANAHSAN (KRAMAT ABIDIN)

61. SHOHIBUL KAROMAH WAL BAROKAH AL-HABIB ABU BAKAR BIN ALWI BIN ABDULLOH AL-AYDRUS (KRAMAT ABIDIN PONDOK BAMBU)

62. SAYYID HABIB HUSEIN BIN UMAR BIN ‘ALI BIN SYAHAB (KRAMAT PECENONGAN)

63. AL-HABIB ALI BIN SHOLEH ABDURROHMAN AL-QODRY RADEN ATENG KERTADRIA (KRAMAT JAYAKARTA)

64. AL-HABABAH SYARIFAH FATHIMAH (KRAMAT SAWAH BESAR)

65. AL-HABIB HASAN BIN ‘IDRUS AL-BAHAR (KRAMAT SALEMBA)

66. AL-HABIB ABDUL QODIR BIN MUHAMMAD AL-BAHAR (KRAMAT SALEMBA)

67. AL-HABIB UMAR BIN ‘IDRUS AL-BAHAR (KRAMAT SALEMBA)

68. AL-HABIB ‘ALI BIN ABDURROHMAN AL-HABSYI (KWITANG)

69. AL-HABIB MUHAMMAD BIN ‘ALI BIN ABDURROHMAN AL-HABSYI KWITANG
)
70. SYARIFAH NI’MAH BINTI ZEIN BIN AHMAD BIN SYAHAB (KWITANG)

71. AL-HABIB ABDURROHMAN BIN ABDULLOH AL-HABSYI (KRAMAT CIKINI)

72. SYARIFAH AL-HABSYI (KRAMAT CIKINI)

73. SYEIKH UPU DAENG H.ARIF UDIN (KRAMAT SENEN, WAFAT TAHUN 17)

74. AL-HABIB ZEIN BIN MUHAMMAD AL-HADDAD (KRAMAT PRIUK)

75. AL-HABIB AHMAD ZEIN AL-HADDAD (KRAMAT PRIUK)

76. AL-HABIB ‘ALI BIN ZEIN AL-HADDAD (KRAMAT PRIUK)

77. AL-HABIB UMAR BIN JA’FAR AL-HADDAD (PASAR MINGGU)

78. AL-HABIB ‘ALI BIN HASAN BIN UMAR AL-HADDAD (PASAR MINGGU)

79. AL-HABIB THOHA BIN JA’FAR AL-HADDAD (PASAR MINGGU)

80. AL-HABIB ABDURROHMAN BIN HASAN BIN SHAHAB (KALIBATA)

81. AL-HABIB ABDULLOH BIN JA’FAR BIN THOHA AL-HADDAD (KALIBATA)

82. AL-HABIB AHMAD BIN ‘ALWI BIN AHMAD BIN HASAN BIN ‘ABDULLOH AL-HADDAD / HABIB KUNCUNG (KALIBATA)

83. AL-HABIB ABDULLOH BIN JA’FAR BIN THOHA AL-HADDAD (KALIBATA)

84. AL-HABIB ABDULLOH BIN HUSEIN ASSAMI AL-ATHOS

85. AL-HABIB THOHA BIN MUHAMMAD BIN ABDULLOH BIN JA’FAR BIN THOHA BIN ABDULLOH BIN THOHA BIN UMAR BIN ALWI AL-HADDAD (KALIBATA)

86. SYEIKH RAHMATULLOH (KEBAYORAN)

87. DATUK BIRU (KRAMAT RAWA BANGKE)

88. AL-HABIB ZEIN BIN ABDULLOH AL-AYDRUS (AL-HAWI)

89. AL-HABIB SALIM BIN JINDAN (AL-HAWI)

90. WAN SYARIFAH FATHIMAH BINTI ABDULLOH AL’AIDID (KRAMAT PETOGOGAN)

91. AL-HABIB ‘ALI BIN AHMAD BIN ZEIN AL’AIDID (KRAMAT PULAU PANGGANG, KECAMATAN PULAU SERIBU, JAKARTA / KRAMAT TIMUR)

92. AL-HABIB HUSEIN BIN AQIL BIN AHMAD BIN SOFI ASSEGAF (KRAMAT BARAT PULAU PANGGANG)

93. AL-HABIB MUSTOFA BIN IDRUS BIN HASAN AL-BAHAR (KRAMAT LUBANG BUAYA)

94. SAYYID AHMAD BIN HAMZAH AL-ATHOS (KRAMAT PEKOJAN)

95. AL-HABIB ZEIN BIN MUHAMMAD AL-HADDAD (KRAMAT PRIUK)

96. AL-HABIB AHMAD ZEIN AL-HADDAD (KRAMAT PRIUK)

97. AL-HABIB ‘ALI BIN ZEIN ALHADDAD (KRAMAT PRIUK)

98. AL-HABIB MUHAMMAD BIN ABDUL QODIR AL-HADDAD (KRAMAT PRIUK)

99. AL-HABIB SALIM BIN THOHA JA’FAR AL-HADDAD (PASAR MINGGU)

100. AL-HABIB UMAR BIN JA’FAR AL-HADDAD (PASAR MINGGU)

101. AL-HABIB ‘ALI BIN HASAN BIN UMAR AL-HADDAD (PASAR MINGGU)

102. RA KANJENG ADIPATI DALAM NEGERI 1 SOSRODININGRAT (KRAMAT JAYAKARTA)

103. RA AJENG SULARTI (KRAMAT JAYAKARTA)

104. SYEIKH MANSYUR (KRAMAT LIO-PASAR PAGI)

105. HABIB ALWI BIN HUSEIN AL-HABSYI (KRAMAT PEDAENGAN-CAKUNG)

106. HABIB MUHAMMAD BIN ALWI AL-HABSYI (KRAMAT PEDAENGAN-CAKUNG)

107. PANGERAN USMAN (KRAMAT PEDAENGAN-CAKUNG)

108. AL-HABIB SALIM BIN ABDULLOH AL-QODRY / PANGERAN SALIM (KRAMAT PULO GEBANG

109. AL-HABIB HUSEIN BIN MUHSIN AL-AYDRUS