يَا رَبَّنَا بِجَاهِ تَاجِ الْعَارِفِيْنَ ï وَجَاهِ حَامِلِ لِوَاءِ الْوَاصِلِيْنَ

Ya Allah, Ya Tuhan kami dengan pangkat kebesaran pemilik mahkota ahli ma'rifah dan pangkat pemegang bendera kelompok manusia yang telah wushul (sampai ke puncak keyakinan)


قُدْوَتِنَا وَشَيْخِنَا التِّجَانِي ï قَائِدِنَا لِمَنْهَجِ الْعَدْنَانِي

Panutan dan guru kami yakni Syekh Ahmad Tijani, seorang pemandu yang menyampaikan kami kepada tuntunan Nabi Muhammad

يَا رَبِّ ثَبِّتْنَا عَلَى اْلإِيْمَانِ ï وَاحْفَظْ قُلُوْبَنَا مِنَ الْكُفْرَانِ

Ya Tuhanku tetapkan kami atas iman dan jaga hati kami dari segala bentuk kekufuran

وَاحْمِ جَمِيْعَنَا مِنَ الشَّيْطَانِ ï وَحِزْبِهِ مِنْ إِنْسٍ أَوْ مِنْ جَانِّ

Lindungi kami dari kejahatan syetan dan kelompoknya dari bangsa manusia dan jin


نَسْأَلُكَ التَّوْبَةَ وَالتَّوْفِيْقَ ï وَالْعِلْمَ وَالْعَمَلَ وَالتَّحْقِيْقَ

Kami mohon kepada-Mu taubat dan mendapat kekuatan untuk melakukan kebaikan, ilmu dan pengamalan serta ketepatan dalam segala hal


وَالصَّبْرَ وَالنَّصْرَ عَلَى اْلأَعْدَاءِ ï وَالْجَمْعَ فِي الذِّكْرِ عَلَى الْوِلاَءِ

Berikan kami kesabaran dan kemenangan atas musuh-musuh. Dan jadikan kami selalu berkumpul bersama dalam melakukan dzikir


وَالْفَوْزَ بِالنَّعِيْمِ فِي الْجِنَانِ ï مَعَ النَّبِيّ وَشَيْخِنَا التِّجَانِي

Mendapat kesuksesan dengan mendapat ni'mat di surga bersama Nabi Muhammad dan guru kami Syekh Ahmad Tijani


مَا لَنَا فِي الْكَوْنِ سِوَى الرَّحْمَانِ ï وَالْمُصْطَفَى وَشَيْخِنَا التِّجَانِي

Kami tidak memiliki harapan apa-apa di alam ini melainkan kepada-Mu Ya Allah (Yang Maha Pengasih), manusia terpilih Nabi Muhammad dan guru kami Syekh Ahmad Tijani

هَذِي هَدِيَّةٌ بِفَضْلِ اللهِ ï مِنَّا إِلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ

Dzikir ini merupakan hadiah untukmu Ya Rasulullah dari kami yang semata-mata merupakan pemberian Allah


هَدِيَّةً لِلْمُصْطَفَى الْعَدْنَانِي ï نِيَابَةً عَنْ شَيْخِنَا التِّجَانِي

Hadiah penghormatan buat manusia terpilih Nabi Muhammad keturunan Adnan juga sebagai mandate dari guru kami syekh Ahmad Tijani

آميْنَ آميْنَ اسْتَجِبْ دُعَانَا ï وَلاَ تُخَيِّبْ سَيِّدِي رَجَانَا

Terimalah, terimalah dan kabulkan Ya Allah, doa-doa kami. Jangan Kau kecewakan segala harapan kami

Doa ini merupakan Qashidah tawassul kepada Syekh Ahmad Tijani Radhiyallahu Anhu. qashidah ini biasanya dibaca setelah selesai membaca wirid lazimah dan wazhifah.

Dikutip dari kitab Ghayatul Muna Wal Murad Fima Littijaniy Minal Aurad halaman 27.

Minggu, 24 Maret 2013

BAHAYA BERKATA THORIQOH SUFIYAH TIDAK MEMILIKI LANDASAN DARI AL QUR'AN ATAU HADITS

BAHAYA BERKATA THORIQOH SUFIYAH TIDAK MEMILIKI LANDASAN DARI AL QUR'AN ATAU HADITS

Di dalam kitab siyarus salikin syeikh Abdusshomad Al Falimbani menerangkan bahwa " barang siapa mengatakan thoriqoh sufiyah tidak ada dasar/keterangan dari Al Qur'an atau Hadist,makan orang yg berkata tersebut dapat menjadi kafir.naudzubillahi min dzalik,karena
Thoriqoh merupakan salah satu amaliyah keagamaan dalam Islam yang sebenarnya sudah ada sejak jaman Nabi Muhammad SAW. Bahkan perilaku kehidupan Beliau sehari-hari adalah praktek kehidupan rohani yang dijadikan rujukan utama oleh para pengamal thoriqoh dari generasi ke generasi sampai sekarang ini.

Thoriqoh adalah suatu praktek perbuatan untuk membersihkan hati dan membersihkan relung-relung hati dari karatnya kelalaian dan salah pahamnya kebutuhan. Relung-relung hati itu tidak bisa suci (bersih) kecuali dengan dzikir kepada Allah SWT. dengan cara tertentu. Oleh karena itu wajib bagi setiap mu’min (muslim) setelah mengetahui ‘aqidatul ‘awam (50 sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi Allah SWT. dan para Rasul-Nya) dan pekerjaan-pekerjaan harian yang disyariatkan Allah SWT, berupa sholat (yang meliputi syarat-syarat, rukun-rukun dan hal-hal yang membatalkannya), zakat, puasa, dan haji untuk meningkatkan diri dan memasuki thoriqoh dzikir dengan cara khusus/tertentu.
oleh Habib Muhammad Luthfiy bin Ali bin Hasyim bin Yahya.
Dalam kitab Mizanul Qubro yang dikarang oleh Imam Asy Sya’rany ada sebuah hadits yang menyatakan :
اِنَّ شَرِيْعَتـِيْ جَا ئَتْ عَلَى ثَلاَثـِمِا ئَةٍ وَسِتِّيْنَ طَرِيْقَةً. مَا سَلَكَ اَحَدَ طَرِيْقَةٍ مِنْهاَ اِلاَّ نـَجَا. ( الـميزان الكبرى للامام الشعرني 1 / 30 )
“Sesungguhnya syariatku datang dengan membawa 360 thariqah, siapapun yang menempuh salah satunya pasti selamat”. (Mizan Al Qubra: 1 / 30 )
Dalam riwayat hadits yang lain dinyatakan bahwa :
اِنَّ شَرِيْعَتـِيْ جَائَتْ عَلىَ ثَلاَثـمِاِئَةٍ وَثَلاَثَ عَشَرَةَ طَرِيْقَةً. لاَ تَلَّقَى اْلعَبْدُ بِهَا رَبَّنُاَ اِلاَّ دَخَلَ اْلـجَنَّةَ ( رواه الطبرني )
“Sesungguhnya syariatku datang membawa 313 thariqah, tiap hamba yang menemui (mendekatkan diri pada) Allah dengan salah satunya, pasti masuk surga”. (HR. Thabrani)
Terlepas dari perbedaan redaksi dan jumlah thariqah pada kedua riwayat hadits diatas, mau tidak mau, suka atau tidak suka, kita harus percaya akan adanya thariqah sebagaimana direkomendasi oleh hadits tersebut. Kalau tidak percaya berarti tidak percaya dengan salah satu hadits Nabi SAW yang al Amiin (terpercaya dan tidak pernah bohong). Lalu bagaimana hukumnya tidak percaya pada Hadits Nabi yang shahiih?

Kesaksian Para Ulama Fikh Tentang Ulama Sufi
Imam Abu Hanifa (81-150 H./700-767 CE)

Imam Abu Hanifa (r) (85 H.-150 H) berkata, "Jika tidak karena dua tahun, saya telah celaka. Karena dua tahun saya bersama Sayyidina Ja'far as-Sadiq dan mendapatkan ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar". Ad-Durr al-Mukhtar, vol 1. p. 43 bahwa Ibn 'Abideen said, "Abi Ali Dakkak, seorang sufi, dari Abul Qassim an-Nasarabadi, dari ash-Shibli, dari Sariyy as-Saqati dari Ma'ruf al-Karkhi, dari Dawad at-Ta'i, yang mendapatkan ilmu lahir dan batin dari Imam Abu Hanifa (r), yang mendukung jalan Sufi." Imam berkata sebelum meninggal: lawla sanatan lahalaka Nu'man, "Jika tidak karena dua tahun, Nu'man (saya) telah celaka." Itulah dua tahun bersama Ja'far as-Sadiq

Imam Malik (94-179 H./716-795 CE)

Imam Malik (r): "man tassawaffa wa lam yatafaqah faqad tazandaqa wa man tafaqaha wa lam yatsawwaf faqad fasadat, wa man tafaqaha wa tassawafa faqad tahaqqaq. (Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasauf tanpa fikh maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fikh tanpa tasauf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasauf dan fikh dia meraih kebenaran)." (dalam buku 'Ali al-Adawi dari keterangan Imam Abil-Hassan, ulama fikh, vol. 2, p. 195

Imam Shafi'i (150-205 H./767-820 CE)

Imam Shafi'i: "Saya bersama orang sufi dan aku menerima 3 ilmu:
1. mereka mengajariku bagaimana berbicara
2. mereka mengajariku bagaimana meperlakukan orang dengan kasih dan hati lembut
3. mereka membimbingku ke dalam jalan tasauf
[Kashf al-Khafa and Muzid al-Albas, Imam 'Ajluni, vol. 1, p. 341.]

Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H./780-855 CE)

Imam Ahmad (r): "Ya walladee 'alayka bi-jallassati ha'ula'i as-Sufiyya. Fa innahum zaadu 'alayna bikathuratil 'ilmi wal murqaba wal khashiyyata waz-zuhda wa 'uluwal himmat (Anakku jika kamu harus duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah mata air ilmu dan mereka tetap mengingat Allah dalam hati mereka. Mereka orang-orang zuhud dan mereka
memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi," --Tanwir al-Qulub, p. 405, Shaikh Amin al-Kurdi) Imam Ahmad (r) tentang Sufi:"Aku tidak melihat orang yang lebih baik dari mereka" ( Ghiza al-Albab, vol. 1, p. 120)

Imam al-Muhasibi (d. 243 H./857 CE)

Imam al-Muhasibi meriwayatkan dari Rasul, "Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan dan hanya satu yang akan menjadi kelompok yang selamat" . Dan Allah yang lebih mengetahui bahwa itu adalah Golongan orang tasauf. Dia menjelaskan dengan mendalam dalam Kitab al-Wasiya p. 27-32.

Imam al-Qushayri (d. 465 H./1072 CE)

Imam al-Qushayri tentang Tasauf: "Allah membuat golongan ini yang terbaik dari wali-wali-Nya dan Dia mengangkat mereka di atas seluruh hamba-hamba-Nya sesudah para Rasul dan Nabi, dan Dia memberi hati mereka rahasia Kehadiran Ilahi-Nya dan Dia memilih mereka diantara umat-Nya yang menerima cahaya-Nya. Mereka adalah sarana kemanusiaan, Mereka menyucikan diri dari segala hubungan dengan dunia dan Dia mengangkat mereka ke kedudukan tertinggi dalam penampakan (kasyf). Dan Dia membuka kepada mereka Kenyataan akan Keesaan-Nya. Dia membuat mereka untuk melihat kehendak-Nya mengendalikan diri mereka. Dia membuat mereka bersinar dalam wujud-Nya dan menampakkan mereka sebagai cahaya dan cahaya-Nya ." [ar-Risalat al-Qushayriyya, p. 2]

Imam Ghazali (450-505 H./1058-1111 CE)

Imam Ghazali, hujjat ul-Islam, tentang tasauf: "Saya tahu dengan benar bahwa para Sufi adalah para pencari jalan Allah, dan bahwa mereka melakukan yang terbaik, dan jalan mereka adalah jalan terbaik, dan akhlak mereka paling suci. Mereka membersihkan hati mereka dari selain Allah dan mereka menjadikan mereka sebagai jalan bagi sungai untuk mengalirnya kehadiran
Ilahi [al-Munqidh min ad-dalal, p. 131].

Imam Nawawi (620-676 H./1223-1278 CE)

Dalam suratnya al-Maqasid: "Ciri jalan sufi ada 5:
1. menjaga kehadiran Allah dalam hati pada waktu ramai dan sendiri
2. mengikuti Sunah Rasul dengan perbuatan dan kata
3. menghindari ketergantungan kepada orang lain
4. bersyukur pada pemberian Allah meski sedikit
5. selalu merujuk masalah kepada Allah swt [Maqasid at-Tawhid, p. 20]

Imam Fakhr ad-Din ar-Razi (544-606 H./1149-1209 CE)

Imam Fakhr ad-Din ar-Razi: "Jalan para sufi adalah mencari ilmu untuk memutuskan diri mereka dari kehidupan dunia dan menjaga diri mereka agar selalu sibuk dalam pikiran dan hati mereka dengan mengingat Allah, pada seluruh tindakan dan perilaku" ." [Ictiqadat Furaq al-Musliman, p. 72, 73]

Ibn Khaldun (733-808 H./1332-1406 CE)

Ibn Khaldun: "Jalan sufi adalah jalan salaf, ulama-ulama di antara Sahabat, Tabi'een, and Tabi' at-Tabi'een. Asalnya adalah beribadah kepada Allah dan meninggalkan perhiasan dan kesenangan dunia" [Muqaddimat ibn Khaldan, p. 328]

Tajuddin as-Subki

Mu'eed an-Na'eem, p. 190, dalam tasauf: "Semoga Allah memuji mereka dan memberi salam kepada mereka dan menjadikan kita bersama mereka di dalam sorga. Banyak hal yang telah dikatakan tentang mereka dan terlalu banyak orang-orang bodoh yang mengatakan hal-hal yang tidak berhubungan dengan mereka. Dan yang benar adalah bahwa mereka meninggalkan dunia dan menyibukkan diri dengan ibadah" Dia berkata: "Mereka dalah manusia-manusia yang dekat dengan Allah yang doa dan shalatnya diterima Allah, dan melalui mereka Allah membantu manusia.

Jalaluddin as-Suyuti

Dalam Ta'yad al-haqiqat al-'Aliyya, p. 57: "tasauf dalam diri mereka adalah ilmu yang paling baik dan terpuji. Dia menjelaskan bagaimana mengikuti Sunah Nabi dan meninggalkan bid'ah"

Ibn Taymiyya (661-728 H./1263-1328 CE)

Majmaca Fatawa Ibn Taymiyya, Dar ar-Rahmat, Cairo, Vol, 11, page 497, Kitab Tasawwuf: "Kamu harus tahu bahwa syaikh-syaikh terbimbing harus diambil sebagai petunjuk dan contoh dalam agama, karena mereka mengikuti jejak Para Nabi dan Rasul. Tariqat para syaikh itu adalah untuk menyeru manusia ke Kehadiran Allah dan ketaatan kepada Nabi." Juga dalam hal 499: "Para syaikh dimana kita perlu mengambil sebagai pembimbing adalah teladan kita dan kita harus mengikuti mereka. Karena ketika kita dalam Haji, kita memerlukan petunjuk (dalal) untuk mencapai Ka'bah, para syaikh ini adalah petunjuk kita (dalal) menuju Allah dan Nabi kita.

Di antara para syaikh yang dia sebut adalah: Ibrahim ibn Adham, Macruf al-Karkhi, Hasan al-Basri, Rabia al-Adawiyya, Junaid ibn Muhammad, Shaikh Abdul Qadir Jilani, Shaikh Ahmad ar-Rafa'i, and Shaikh Bayazid al- Bistami. Ibn Taymiyya mengutip Bayazid al-Bistami pada 510, Volume 10: "...Syaikh besar, Bayazid al-Bistami, dan kisah yang terkenal ketika dia menyaksikan Tuhan dalam kasyf dan dia berkata kepada Dia:" Ya Allah, bagaimana jalan menuju Engkau?". Dan Allah menjawab: "Tinggalkan dirimu dan datanglah kepada-Ku". Ibn Taymiah melanjutakan kutipan Bayazid al-Bistami, " Saya keluar dari diriku seperti seekor ular keluar dari kulitnya". Implisit dari kutipan ini adalah sebuah indikasi tentang perlunya zuhd mengingkaran-diri atau pengingkaran terhadap kehidupan dunia), seperti jalan yang diikuti Bayazid al-Bistami. Kita melihat dari kutipan di atas bahwa Ibn Taymiah menerima banyak Syaikh dengan mengutipnya dan meminta orang untuk mengikuti bimbingannya untuk menunjukkan cara menaati Allah dan Rasul saas.

Apa kata Ibn Taymiah tentang istilah tasauf

Berikut adalah pendapat Ibn Tamiah tentang definisi Tasauf dari Volume 11, At-Tasawwuf, of Majmu'a Fatawa Ibn Taymiyya al-Kubra, Dar ar-Rahmah, Cairo:
"Alhamdulillah, penggunaan kata tasauf telah didiskusikan secara mendalam. Ini adalah istilah yang diberikan kepada hal yang berhubungan dengan cabang ilmu (tazkiyat an-nafs and Ihsan)." "Tasauf adalah ilmu tentang kenyataan dan keadaan dari pengalaman. Sufi adalah orang yang menyucikan dirinya dari segala sesuatu yang menjauhkan dari mengingat Allah dan orang yang mengisi dirinya dengan ilmu hati dan ilmu pikiran di mana harga emas dan batu adalah sama saja baginya. Tasauf menjaga makna-makna yang tinggi dan meninggalkan mencari ketenaran dan egoisme untuk meraih keadaan yang penuh dengan Kebenaran. Manusia terbaik sesudah Nabi adalah Shidiqin, sebagaimana disebutkan Allah: "Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat oleh Allah, yaitu: Nabi, para shiddiqqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. 4:69)" Dia melanjutkan mengenai Sufi,"mereka berusaha untuk menaati Allah.. Sehingga dari mereka kamu akan mendapati mereka merupakan yang terdepan sabiqunas-sabiqun) karena usaha mereka. Dan sebagian dari merupakan golongan kanan (ashabus-syimal)."

Imam Ibn Qayyim (d. 751 H./1350 CE)

Imam Ibn Qayyim menyatakan bahwa, "Kita menyasikan kebesaran orang-orang tasauf dalam pandangan salaf bagaimana yang telah disebut oleh by Sufyan ath-Thawri (d. 161 H./777 CE). Salah satu imam terbesar abad kedua dan salah satu mujtahid terkemuka, dia berkata: "Jika tidak karena Abu Hisham as-Sufi (d. 115 H./733 CE) saya tidak pernah mengenal bentuk munafik yang kecil (riya') dalam diri (Manazil as-Sa'ireen) Lanjut Ibn Qayyim:"Diantara orang terbaik adalah Sufi yang mempelajari fiqh"

'Abdullah ibn Muhammad ibn'Abdul Wahhab (1115-1201 H/1703-1787 CE)

Dari Mu ammad Man ar Nu'mani's book (p. 85), Ad- ia'at al-Mukaththafa Didd ash-Shaikh Mu ammad ibn c'Abdul Wahhab: "Shaikh 'Abdullah, anak shaikh Muhammad ibn 'Abdul Wahhab, mengatakan mengenai Tasawwuf: 'Anakku dan saya tidak pernah menolak atau mengkritik ilmu tasauf, tetapi sebaliknya kami mendukungnya karena ia menyucikan baik lahir maupun batin dari dosa tersembunyi yang berhubungan dengan hati dan bentuk batin. Meskipun seseorang mungkin secara lahir benar, secara batin mungkin salah; dan untuk memperbaikinya tasauf diperlukan." Dalam volume 5 dari Muhammad ibn 'Abdul Wahhab entitled ar-Rasa'il ash-Shakhsiyya, hal 11, serta hal. 12, 61, and 64 dia menyatakan: "Saya tidak pernah menuduh kafir Ibn 'Arabi atau Ibn al-Fari karena interpretasi sufinya"

Ibn 'Abidin

Ulama besar, Ibn 'Abidin dalam Rasa'il Ibn cAbidin (p. 172-173) menyatakan: " Para pencari jalan ini tidak mendengar kecuali Kehadiran Ilahi dan mereka tidak mencintai selain Dia. Jika mereka mengingat Dia mereka menangis. Jika mereka memikirkan Dia mereka bahagia. Jika mereka menemukan Dia mereka sadar. Jika mereka melihat Dia mereka akan tenang. Jika mereka berjalan dalan Kehadiran Ilahi, mereka menjadi lembut. Mereka mabuk dengan Rahmat-Nya. Semoga Allah merahmati mereka". [Majallat al-Muslim, 6th ed., 1378 H, p. 24].

Shaikh Rashad Rida

Dia berkata,"tasauf adalah salah satu pilar dari pilar-pilar agama. Tujuannya adalah untuk membersihkan diri dan mempertanggungjawabkan perilaku ehari-hari dan untuk menaikan manusia menuju maqam spiritual yang tinggi" Majallat al-Manar, 1st year, p. 726].

Maulana Abul Hasan 'Ali an-Nadwi

Maulana Abul Hasan 'Ali an-Nadwi anggota the Islamic-Arabic Society of India and Muslim countries. Dalam, Muslims in India, , p. 140-146, "Para sufi ini memberi inisiasi (baiat) pada manusia ke dalam keesaan Allah dan keikhlasan dalam mengikuti Sunah Nabi dan dalam menyesali kesalahan dan dalam menghindari setiap ma'siat kepada Allah SWT. Petunjuk mereka merangsang orang-orang untuk berpindah ke jalan kecintaan penuh kepada Allah" "Di Calcutta, India, lebih dari 1000 orang mengambil inisiasi (baiat) ke dalam Tasauf" "Kita bersyukur atas pengaruh orang-orang sufi, ribuan dan ratusan ribu orang di India menemukan Tuham merka dan meraih kondisi kesempurnaan melalui Islam"

Abul 'Ala Mawdudi

Dalam Mabadi' al-Islam (p. 17), "Tasauf adalah kenyataan yang tandanya adalah cinta kepada Allah dan Rasul saw, di mana sesorang meniadakan diri mereka karena tujuan mereka (Cinta), dan seseorang meniadakan dari segala sesuatu selain cinta Allah dan Rasul" "Tasauf mencari ketulusan hati, menyucikan niat dan kebenaran untuk taat dalam seluruh perbuatannya."

Ringkasnya, tasauf, dahulu maupun sekarang, adalah sarana efektif untuk menyebarkan kebenaran Islam, memperluas ilmu dan pemahaman spiritual, dan meningkatkan kebahagian dan kedamaian. Dengan itu manusia dapat menemukan diri sendir dan, dengan demikian, menemukan Tuhannya. Dengan itu manusia dapat meningkatkan, merubah dan menaikan diri sendiri dan mendapatkan keselamatan dari kebodohan dunia dan dari godaan keindahan materi. Dan Allah yang lebih mengetahui niat hamba-hamba-Nya.

THORIQOH JALAN MENUJU HUSNUL KHOTIMAH

I. Pengetian Thoriqoh.

Arti Thoriqoh menurut bahasa adalah jalan atau bisa disebut Madzhab mengetahui adanya jalan, perlu pula mengetahui "cara" melintasi jalan itu agar tidak kesasar/tersesat. Tujuan Thoriqoh adalah mencari kebenaran, maka cara melintasinya jalan itu juga harus dengan cara yang benar. Untuk itu harus sudah ada persiapan batin, yakni sikap yang benar. Sikap hati yang demikian tidak akan tampil dengan sendirinya, maka perlu latihan-latihan batin tertentu dengan cara-cara yang tertentu pula.

Sekitar abad ke 2 dan ke 3 Hijriyah lahirlah kelompok-kelompok dengan metoda latihan berintikan ajaran "Dzikrullah". Sumber ajarannya tidak terlepas dari ajaran Rasulullah SAW. Kelompok-kelompok ini kemudian menamakan dirinya dengan nama "Thoriqoh", yang berpredikat/bernama sesuai dengan pembawa ajaran itu. Maka terdapatlah beberapa nama antara lain :

a. Thoriqoh Qadiriyah, pembawa ajarannya adalah :Syekh Abdul Qodir Jaelani q.s. (Qaddasallahu sirrahu).
b. Thoriqoh Syadzaliyah, pembawa ajarannya : Syekh Abu Hasan As-Syadzali q.s.
c. Thoriqoh Naqsabandiyah : pembawa ajarannya : Syekh Baha’uddin An-Naqsabandi q.s.
d. Thoriqoh Rifa'iyah, pembawa ajarannya : Syekh Ahmad bin Abil Hasan Ar-Rifa' i q.s.

dan masih banyak lagi nama-nama Thoriqoh yang sesuai dengan apa yang difirmankan oleh Allah SWT. :

Artinya :
"Jika mereka benar-benar istiqomah - (tetap pendirian/terus-menerus diatas Thoriqoh (jalan) itu, sesungguhnya akan Kami beri minum mereka dengan air (hikmah) yang berlimpah-limpah.
(Q.S. Al-Jin : 16)

Dalam pertumbuhannya, para Ulama Thoriqoh berpendapat dari jumlah Thoriqoh yang tersebar di dunia Islam, khususnya di Indonesia, ada Thoriqoh yang Mu'tabaroh (diakui) dan ada pula Thoriqoh Ghairu Mu'tabaroh (tidak diakui keberadaannya/ kesahihannya).

Seseorang yang menganut/mengikuti Thoriqoh tertentu dinamai salik (orang yang berjalan) sedang cara yang mereka tempuh menurut cara-cara tertentu dinamakan suluk. Banyak hal-hal yang hams dilakukan oleh seorang salik bila ingin sampai kepada tujuan yang dimaksud.

Dalam menempuh jalan (thoriqoh) untuk membuka rahasia dan tersingkapnya dinding (hijab) maka mereka mengadakan kegiatan batin, riyadoh (latihan-latihan) dan mujahadah (perjuangan) keruhaniyan. Perjuangan yang demikian dinamakan suluk, dan orang yang mengerjakan dinamakan "salik".

Maka cukup jelaslah bahwa Thoriqoh itu suatu sistem atau metode untuk menempuh jalan yang pada akhirnya mengenal dan merasakan adanya Tuhan. Dimana seseorang dapat melihat Tuhannya dengan mata hatinya (ainul basiroh), sesuai dengan hadist sebagai berikut :

Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Pada suatu hari, Rasulullah saw. muncul di antara kaum muslimin. Lalu datang seorang laki-laki dan bertanya: Wahai Rasulullah, apakah Iman itu? Rasulullah saw. menjawab: Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, rasul-rasul-Nya dan kepada hari berbangkit. Orang itu bertanya lagi: Wahai Rasulullah, apakah Islam itu? Rasulullah saw. menjawab: Islam adalah engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun, mendirikan salat fardu, menunaikan zakat wajib dan berpuasa di bulan Ramadan. Orang itu kembali bertanya: Wahai Rasulullah, apakah Ihsan itu? Rasulullah saw. menjawab: Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Dan jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia selalu melihatmu. Orang itu bertanya lagi: Wahai Rasulullah, kapankah hari kiamat itu? Rasulullah saw. menjawab: Orang yang ditanya mengenai masalah ini tidak lebih tahu dari orang yang bertanya. Tetapi akan aku ceritakan tanda-tandanya; Apabila budak perempuan melahirkan anak tuannya, maka itulah satu di antara tandanya. Apabila orang yang miskin papa menjadi pemimpin manusia, maka itu tarmasuk di antara tandanya. Apabila para penggembala domba saling bermegah-megahan dengan gedung. Itulah sebagian dari tanda-tandanya yang lima, yang hanya diketahui oleh Allah. Kemudian Rasulullah saw. membaca firman Allah Taala: Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. {QS Al-Lukman ayat 34} Kemudian orang itu berlalu, maka Rasulullah saw. bersabda: Panggillah ia kembali! Para sahabat beranjak hendak memanggilnya, tetapi mereka tidak melihat seorang pun. Rasulullah saw. bersabda: Ia adalah Jibril, ia datang untuk mengajarkan manusia masalah agama mereka
(HR Bukhari dan Muslim)

Hadist tersebut jelas merupakan tujuan bagi semua orang yang mengaku dan menyatakan muslim, tidak hanya sekedar iman dan islam tetapi juga dituntut untuk menjadi jati diri yang ‘ihsan’, dan ath-Thariqoh adalah merupakan jalan yang untuk menggapai derajat ihsan dengan baik sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

Hal yang demikian didasarkan pertanyaan Sayidina Ali bin Abi Thalib kepada Rasulullah SAW. Ya Rasulullah, manakah jalan yang paling dekat untuk menuju Tuhan. Jawab Rasulullah : Tidak ada lain, kecuali dengan dzikrullah.

Dalam hal ini pun Allah SWT juga menegaskan dalam Firman-Nya di dalam Al-Qur’an Kariim ;

28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
(QS Ar-Ra’d ayat 28)

Dengan demikian jelaslah bahwa jalan yang sedekat-dekatnya mencapai Allah SWT ; merasa dilihat dan diperhatikan, hanya bisa diraih oleh seorang hamba dengan dzikir kepadaNya (Zikrullah), disamping melakukan latihan (riyadoh) lahir-batin seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang Shufi antara lain : Ikhlas, jujur, zuhud, muraqabah, musyahadah, tajarrud, mahabah, cinta kepada Allah SWT. dan lain sebagainya, yang merupakan bentuk dari dzikrullah itu sendiri; para ulama thariqah/tasawuf mendefinisikannya dalam bentuk dzikrullah Amaliyah.

Melihat petunjuk Allah dan Rasulullah SAW tersebut, maka Thoriqah mempunyai dua pengertian :
Pertama : Ia berarti metode bimbingan spiritual kepada individu (per­orangan) dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan dengan Tuhan.
Kedua : Thoriqoh sebagai persaudaraan kaum Shufi yang ditandai adanya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah.

Kedudukan Guru Thoriqoh diperkokoh dengan adanya ajaran wasilah dan silsilah(sanad). Keyakinan berwasilah dengan Guru diper-erat dengan kepercayaan karomah, barokah dan syafa’at atau limpahan pertolongan dari Allah SWT melalui KaruniaNya kepada guru. Kepatuhan murid kepada Guru dalam Thoriqoh digambarkan seperti mayat di tangan orang yang memandikannya.

Dengan demikian dapat diambil benang merah bahwa inti Thoriqoh adalah wushul (bertemu) dengan Allah. Jika hendak bertemu, maka jalan yang dapat dipakai bisa bermacam-macam. Ibarat orang mau berpergian menuju Jakarta, kalau orang itu berangkat dari Surabaya ya harus menuju ke barat. Berbeda jika orang itu berangkat dari Medan ya harus berjalan ke timur menuju Jakarta. Ini artinya bahwa Thoriqoh yang ada, terutama di Indonesia mempunyai tujuan yang sama yaitu wushul, kepada Allah SWT.

II. Jalan menuju wushul ilallah

a. Melalui Muraqabah.
Petunjuk Al-Qur'an tentang Muraqabah/pendekatan diri kepada Allah SWT. disebutkan dalam Al-Qur'an antara lain :

186. dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
(S. Al Baqarah : 186).

Ketahuilah wahai saudaraku, Allah SWT selalu mengawasi segala sesuatu, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an S. Al-Ahzab (33) : 52.

52. ……………. dan adalah Allah Maha mengawasi segala sesuatu.

Hal ini mengandung pelajaran bahwa seseorang selalu merasa diawasi/diintai oleh Allah SWT, karena pada dasarnya Allah adalah sangat dekat dengan hamba-hambanya, sebagaimana petunjuk S. Al-Qof (50) : 16.

16. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,

Demikian juga petunjuk dari Al-Qur'an dalam S. Al-Hadid (57) : 4.

4. Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Hadis Nabi SAW. juga memberi arahan yakni ketika Nabi menjawab pertanyaan malaikat Jibril tentang Ihsan, beliau menjawab : Hendaklah engkau beribadah kepada Allah se-olah-olah engkau melihatnya. Apabila engkau tak mampu melihat-Nya, yakinlah bahwasanya Allah melihatmu.
(HR. Bukhari-Muslim).

Kesadaran rohani bahwa Allah SWT. selalu hadir di dalam dan disekitar dirinya akan menjadikan dirinya selalu merasa diawasi segala apa yang dilakukan, bahkan sampai apa yang terlintas dalam hatinya.

Banyak kisah dalam dunia sufi Guru dan santrinya yang empat orang itu, satu diantaranya tidak mau menyembelih ayam yang diberikan oleh sang Guru, karena bagi Allah tidak ada suatu yang tersembunyi, Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui, maka luluslah murid tersebut dari ujian yang diberikan gurunya tersebut.

Selanjutnya Al-Imam al-Qusairi.rhm berkata : "Barang siapa yang muraqabah dengan Allah dalam hatinya, maka Allah akan memiliharanya dari perbuatan dosa pada anggota tubuhnya. Imam tokoh Sufi Sufyan Sauri.rhm juga berpesan hendaklah engkau melakukan muraqobah terhadap Dzat yang tidak lagi samar terhadap segala sesuatu, hendaklah engkau selalu mengharap raja’ (pengharapan dengan sangat berharap) terhadap Dzat yang memiliki siksa (Abu Bakar Jabir al-Jazairi 1976 : 85).

Maka dari uraian diatas dapat dicermati adanya dampak positif muroqobah bagi yang mampu melakukannya, yakni :
q Memiliki rasa malu yang positif.
q Akan senantiasa hati-hati dalam segala ucapan dan perbuatannya.
q Tidak pernah merasa ditinggalkan oleh Allah meski sendirian ataupun kelihatan doanya yang dipanjatkan belum dikabulkan
q Tidak mudah putus asa apapun nasib yang menimpanya
q Menjadi hamba yang mukhlis sebagai diisyaratkan dalam Al-Qur'an S. Yusuf (12) : 24.

24. Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia (Nabi Yusuf) tidak melihat tanda (dari) Tuhannya[*]. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.

[*] Ayat ini tidaklah menunjukkan bahwa Nabi Yusuf a.s. punya keinginan yang buruk terhadap wanita itu (Zulaikha), akan tetapi godaan itu demikian besanya sehingga andaikata Nabi Yusuf tidak dikuatkan dengan keimanan kepada Allah s.w.t tentu Dia jatuh ke dalam kemaksiatan. Dan ayat inilah menunjukkan keimanan dari Nabi Yusuf yang kuat dalam melaksanakan Ihsan, merasa dilihat dan diawasi oleh Allah SWT.

b. Melalui Muhasabah
Muhasabah berarti orang selalu memikirkan, memperhatikan dan memperhitungkan apa saja yang telah dan yang akan di perbuat. Pedomannya dalam S. Al-Hasyr (59) : 18.

18. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Dari pengertian ini dapat diambil pelajaran bahwa Muhasabah :

1. Membuktikan adanya iman dan takwa kepada Allah dalam dirinya dan Allah mengakui hal itu. Bagi ummat Islam, iman merupakan kekuatan yang maha dahsyat untuk memelihara manusia dari nilai-nilai rendah, dan merupakan alat yang menggerakan manusia untuk meningkatkan nilai luhur dan moral yang bersih. Orang yang beriman akan berusaha mengamalkan akhlak yang mulia/mahmudah, bukan akhlak yang tercela/mazmumah dalam kehidupannya sehari-hari sehingga orang tersebut akan terhindar dari kejahatan apapun. Itulah gambaran orang bertakwa, bersih dari dosa, dapat mengalahkan tuntutan hawa nafsu.

2. Orang yang bermuhasabah, pasti mempunyai keyakinan akan datangnya Hari Pembalasan (secara khusus) begitu merasuk dalam hatinya sehingga ia merasa pelu sangat hati-hati dalam setiap langkahnya. Dia tidak berani main-main akan larangan Allah SWT.

3. Orang tersebut akan selalu berusaha meningkatkan kualitas amalnya, karena ia merasa tak mau merugi dari hari ke hari. Ibaratnya seperti pedagang, sebelum berangkat akan memperhitungkan berapa modalnya, berapa pula ia harus menjual dagangannya, dan setelah selesai akan menghitung lagi berapa hasil uang yang bisa dibawa pulang. Begitu juga dalam hal beragama, modalnya adalah kumpulan kewajiban yang berhasil dikerjakan, sedang labanya adalah amalan-amalan sunnah yang berhasil dikerjakannya.

4. Pesan Sayidina Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a : Perhitungkanlah dirimu sendiri sebelum dirimu diperhitungkan. Oleh karena itu sikap hidup muraqobah dan muhasabah merupakan peningkatan ruhaniyah dan mental manusia sehingga benar-benar menjadi hamba Allah yang bertakwa, hidup dalam ketaatan dan terhindar dari maksiat.

c. Melalui Dzikir
Dzikir berarti ingat, mengingat, merenung, menyebut. Termasuk dalam pengertian dzikir ialah dia, membaca Al-Qur'an, tasbih (mensucikan Allah) tahmid (memuji Allah), takbir (membesarkan Allah) tahlil (mentauhidkan Allah), istighfar (memohon ampun kepada Allah) hauqalah (membaca lahula wala quwwata illah billahi 'aliylil 'adziem) dan lain sebagainya.

Ada dzikir yang menyatu dengan ibadah lainnya seperti dengan salat, thawaf, sa'i, wukuf dan lain sebagainya. Dan ada pula dzikir yang dilakukan secara khusus/tersendiri diucapkan pada saat-saat tertentu, atau pada, setiap saat. Ada dzikir yang jumlahnya tidak ditentukan oleh syara’, tetapi ada dzikir yang jumlahnya ditentukan oleh syara' menurut ketentuan Thoriqoh yang bersangkutan, Nabi SAW. sendiri baik dengan pernyataan beliau maupun dengan contoh amalan beliau. Sedang dzikir dalam pengertian ingat atau mengingat Allah, seharusnya dilakukan pada setiap saat. Artinya kegiatan apapun yang dilakukan oleh seorang Muslim hendaknya jangan sampai melupakan Allah SWT.

Dimanapun seorang Muslim berada, hendaknya selalu ingat kepada Allah, sehingga melahirkan cinta beramal saleh kepada Allah dan malu berbuat dosa dan maksiat kepada Allah SWT. Dzikir dalam arti menyebut asma Allah yang diamalkan secara rutin, biasanya disebut wind atau jamaknya disebut aurad.

Dzikir dalam menyebut asma Allah termasuk ibadah makhdhoh yaitu ibadah langsung kepada Allah SWT. Sebagai ibadah langsung, maka terikat dengan norma-norma ibadah langsung kepada Allah SWT, yaitu mesti ma'sur ada contoh atau ada perintah dari Rasulullah SWT. atau ada izin dari beliau. Artinya jenis dzikir ini tidak boleh dikarang oleh seseorang. Dzikir hanyalah mengingat atau menyebut asma Allah, atau nama-nama Allah atau kalamullah, Al-Qur'an.
Petunjuk Al-Qur'an dan Hadis perihal kegiatan dzikir cukup banyak, antara lain dapat disebutkan :

Firman Allah : Ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu.
(S. Al-Baqarah (2) : 152)

41. Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.
(S. Al-Ahzab (33) : 41).

191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.

(Q.S. Ali-Imran : 191).

205. dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang lalai.

(S. Al-A'rof (7) : 205).

28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
(S. Ar-Ra'du (13) : 28).

Hadis-hadis Nabi :
Telah berfirman Allah SWT. (dalam suatu hadis Qudsi) : Aku bersama-sama hamba-Ku selama ini mengingat Aku dan bibirnya bergerak menyebut nama-Ku. (HR. Al Baihaqy dan Ibnu Hiban).

Tak seorangpun manusia mengerjakan suatu perbuatan yang dapat menjauhkan dari azab Allah SWT. lebih baik dari pada dzikir. Para sahabat bertanya tidak pula jihad fi sabilillah, kecuali apabila engkau menghantam musuh dengan pedangmu itu sehingga ia patah, kemudian engkau menghantam lagi dengan pedangmu sehingga ia patah, kemudian menghantam lagi dengan pedangmu sehingga ia patah. (HR. Ibn Abi Syaibah dalam Al Musshanaf).

Rasulullah SAW. pernah ditanya : Amalan apa yang paling afdol ? Jawab beliau : Engkau mati dalam keadaan lidahmu basah karena berdzikir kepada Allah (HR. Ibnu Hiban & Athabrani).

Nabi SAW. telah bersabda : Allah SWT. berfirman dalam suatu hadis qudsy : Barang siapa disibukkan dzikir kepada-Ku, sedemikian sehingga tidak sempat memohon sesuatu dari-Ku, maka Aku akan memberinya yang terbaik dari apa saja yang Ku berikan kepada para pemohon (HR. Bukhori)

Seorang tokoh Shufian Abdul Qosim berkata : Ingat kepada Allah adalah bagian yang sangat kuat untuk menempuh jalan mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Suci. Bahkan sebagai unit/pokok didalam jalan/thoriqah ini (jalan shufiyah). Dan seorang hanya dapat sampai kepada Allah dengan terus menerus ingat kepada Allah (Abul Muhammad Abdulah Al-Yafi'i : Nasrul Mahasin Al-Ghoyah : 247).

Perlu disampaikan secara garis besar bahwa praktek dzikir dalam dunia thoriqoh, pelaksanaannya bisa berbeda-beda dalam tehnisnya tergantung ciri dan kepribadian thoriqoh itu sendiri sesuai petunjuk Mursyidnya.

Ulama Thoriqoh membaca jenis dzikir menjadi tiga jenjang :
a. Dzikir lisan : Laa ilaaha Illalah. Mulamula pelan kemudian bisa naik menjadi cepat setelah merasa meresap dalam diH.
b. Dzikir qalbu (hati) : Allah, Allah.
Mula-mula mulutnya berdzikir diikuti oleh hati, kemudian dari hati ke mulut, lalu lidah berdzikir sendiri, dengan dzikir tanpa sadar, akal pikiran tidak jalan lagi, melainkan terjadi sebagai Ilham yang menjelma Nur Ilahi dalam hati memberitahukan : Innany Anal Laahu, yang naik ke mulut mengucapkan Allah, Allah.
c. Dzikir Sir atau Rahasia : Hu Hu. Biasanya sebelum sampai ke tingkat dzikir orang itu sudah fana lebih dahulu. Dalam situasi yang demikian perasaan antara diri dengan Dia menjadi satu. Man lam jazuk Lam ya'rif : Barang siapa belum merasakan, maka is belum mengetahui.

Adapun juga ulama ahl-Tharigoh yang membagi jenis dzikir menjadi empat macam : Dzikir Qolbiyah, Dzikir Aqliyah, Dzikir Lisan dan Dzikir Amaliyah.

Semua tehnis berdzikir itu baik semua. Pada akhirnya terpulang kepada kemampuan kita masing-masing untuk melaksanakan dzikir itu sesuai dengan pilihan Thoriqoh dan petunjuk Mursyid yang bersangkutan selaku murid hanya bisa taat dengan petunjuk gurunya.

Demikian uraian singkat kami dalam menyajikan Thoriqoh sebagai jalan- menuju khusnul khatimah, yang semoga merupakan ikhtiar seorang hamba menjadi idaman bagi setiap muslim diakhir hayatnya. Mudah-mudahan ada manfaatnya. Dan Allah SWT, selalu membimbing dan memberi hidayah kepada kita semua. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar