إنَّ مَكَايِّدَ الشَّيْطَانِ مَعَ ابْنِ أَدَمَ
ِفيْ الطَّاعَةِ ِفيْ سَبْعَةِ أَوْجُهٍ : أَحَدُهَا أَنْ يَنْهَاهُ عَنْهَا.
فَإِنْ عَصَمَهُ اللهُ تَعَالَى رَدَّهُ ِبأَنْ قَالَ إِنِّيْ لَـمُحْتَاجٌ إِلَى
ذَلِكَ جِدًّا إِذْ لاَ بُدََ لـيْ مِنَ التَّزَوُّدِ مِنْ هَذِهِ الدُّنْيَا
الفَانِيَةِ لِلآخِرَةِ الَّتِيْ لاَ اِنْـقِضآءَلـَهَا. ثُمَّ يَأْمُرُهُ
بِالتَّسْوِيـْفِ. فَإِنْ عَصَمَهُ اللهُ
تَعَالَى وَرَدَّهُ بِأَنْ قَالَ لَـيْسَ أَجْلِيْ بِيَدِيْ عَلَى أَنِّـيْ إِنْ
سَوَّفْتُ عَمَلَ اْليَوْمِ إِلَى غَدٍ فَعَمَلُ غَدٍ مَتَى أَعْمَلُهُ فَإِنَّ
لِكُلِّ يَوْمٍ عَمَلاً. ثُمَّ يَأْمُرُهُ بِالْعَجَلَةِ فَيَقُوْلُ لَهُ عَجِّلْ
عَجِّلْ لِـتـََتَفَرَّغَ لِكَذَاوَكَذَا. فَإِنْ عَصَمَهُ اللهُ تَعَالَى
وَرَدَّهُ بِأَنْ قَالَ قَلِيْلُ اْلعَمَلِ مَعَ التَّمَامِ خَيْرٌ مِنْ كَثِـيْرٍ
مَعَ النُّقْصَانِ. ثُمَّ يَأْمُرُهُ بِإِتْـمَاِم اْلعَمَلِ مُرَاآَةً لِلنَّاسِ.
فَإِنْ عَصَمَهُ اللهُ تَعَالَى رَدَّهُ بِأَنْ قَالَ مَاالَّذِيْ أَعْمَلُ
بِـمُرَاآَةِ النَّاسِ أَفَلاَ تَكْفِيْـنِـيْ رُؤْيَةُ اللهِ تَعَالَى. ثُمَّ
يُرِيْدُ أَنْ يُوْقِعَهُ فِي اْلعُجُبِ فَيَقُوْلُ مَاأَعْظَمُكَ وَمَاأَيْقَظُكَ
وَمَاأَفْضَلُكَ. فَإِنْ عَصَمَهُ اللهُ تَعَالَى رَدَّهُ بِأَنْ قَالَ
أَلْـمِنَّةُ ِللهِ تَعَالَى فِي ذَلِكَ دُوْنِي فَهُوَ الَّذِي خَصَّنِـيْ
بِتَوْفِيْقِهِ وَجَعَلَ لِعَمَلِيْ قِيْمَةً عَظِيْمَةً بِفَضْلِهِ. وَلَوْلاَ
فَضْلُهُ فَمَاذَا كَانَ قِيْمَةَ هَذَاالْعَمَلِ فِي جَنْبِ نِعْمَةِ اللهِ
تَعَالَى عَليَّ وَجَنْبِ مَعْصِيَتِـيْ لَهُ. ثُمَّ يَأْتـِـيْهِ مِنْ وَجْهٍ
سَادِسٍ وَهُوَ أَعْظَمُهَاوَلاَ يَقِفُ عَلَيْهِ إِلاَّ مُتَـيَقِّظٌ. وَهُوَ
أَنْ يَقُوْلَ : إِجتَهِدْ أَنْتَ ِفي السِّرِّ فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى
سَيُظْهِرُهُ عَلَيْكَ وَيَلْبِسُ ُكلُّ عَامِلٍ عَمَلَهُ وَأَرَادَ بِذَلِكَ ضَرْبًا
مِنَ الرِّيَآءِ. فَإِنْ عَصَمَهُ اللهُ تَعَالَى رَدَّهُ بِأَنْ قَالَ :
يَامَلْعُوْنُ إِلَى الآنَ كُنْتَ تَأْتـِيْنِـيْ مِنْ وَجْهِ إِفْسَادِ عَمَلِيْ
وَالآنَ تَأْتـِيْنِـيْ مِنْ وَجْهِ إِصْلاَحِهِ لَـتُفْسِدَهُ. إِنَّــمَا أَنَا
عَبْدُاللهِ تَعَالَى وَهُوَ سَيِّدِيْ. إِنْ شَآءأَظْهَرَ وَإِنْ شَآء أَخْفىَ
وَإِنْ شَآءَ جَعَلَنِيْ خَطِيْرًا وَإِنْ شَآء جَعَلَنـيْ حَقِـيْرًا. وَذَلِكَ
إِلَيْهِ مَاأُبَالِي إِنْ أَظْهَرَذَلِكَ للِنَّاسِ أَوْلَـمْ يـُُظْهِرْهُ
فَلَيْسَ بِأَيــْدِيــْهِمْ شَيْءٌ. ثُمَّ يَأْتِيْهِ مِنْ وَجْهٍ سَابِعٍ
وَيَقُوْلَ : لاَحَاجَةَ لَكَ إِلَى هَذَا اْلعَمَلِ ِلأَنَّكَ إِنْ خُلِقْتَ
سَعِيْدً الـَمْ يَضُرُّكَ تَرْكُ اْلعَمَلِ وَإِنْ خُلِقْتَ شَقِيًّا لَـمْ
يَنْفَعْكَ فِعْلُهُ. فَإِنْ عَصَمَهُ اللهُ تَعَالَى رَدَّهُ بِأَنْ قَالَ :
إِنــَّـمَا أَنَا عَبْدٌ وَعَلَى الْعَبْدِ إِمْتِثَالُ اْلأَمْرِ
لِعُبُوْدِيَتِهِ. وَالرَّبُّ أَعْلَمُ بِرُبُوْبِيَّتِهِ يَـحْكُمُ مَايَشَآءَ
وَيََفْعَلُ مَايُرِيْدُ. وَِلاَ نَّهُ يَنْفَعُنِـي اْلعَمَلُ كَيـْفَمَا كُنْتُ.
ِلأَنــِّيْ إِنْ كُنْتُ سَعِيْدًا إِحْتَجْتُ إِلَيْهِ لِزِيَادَةِ الثَّوَابِ
وَإِنْ كُنــْتُ شَقِيًّا فَأَناَ مُـحْتَاجٌ إِلَيْهِ كَيْ لاَ أَلـُوْمَ
نَفْسِيْ عَلَى أَنَّ اللهَ تَعَالَى لاَ يُعَاقِبُنِـيْ عَلَى الطَّاعَةِ بِكُلِّ
حَالٍ وَلاَ يَضُرُّنـِيْ عَلَى أَنِّيْ إِنْ أُدْخِلْتُ النَّارَ وَأَناَ
مُطِيْعٌ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَدْخُلَهَا وَأَناَ عَاصٍ. فَكَيْفَ لاَ
وَوَعْدُهُ حَقٌّ وَقَوْلُهُ صِدْقٌ. وَقَدْ وَعَدَعَلَى الطَّاعَاتِ
بِالثَّوَابِ. فَمَنْ لَقِيَ اللهَ تَعَالَى عَلَى اْلإِيـْمَانِ وَالطَّاعَةِ
لَـْمْ يَدْخُلِ النَّارَ أَلْبَتَّةَ. وَدَخَلَ اْلـجَنَّةَ لاَ لاِسْتِحْقَاقِهِ
بِعَمَلِهِ اْلـجَنَّةَ وَلكِنْ لِوَعْدِاللهِ تَعَالَى الصَّادِقِ.
Tipu daya syetan terhadap manusia di dalam melakukan ibadah ada
tujuh cara :
Pertama : Syetan melarang kita
untuk beribadah. Jika Allah menja ga kita, kita pasti mampu untuk menolaknya
sambil berkata : “Aku sa ngat membutuhkan ibadah, karena ibadah adalah bekal
dalam kehi dupan dunia yang harus aku bawa untuk kehidupan di negeri akhirat
yang lebih abadi”.
Kedua : Kemudian syetan menganjurkan kita untuk menundanya. Ji ka Allah
menjaga kita, kita pasti mampu untuk menolaknya sambil berkata : “Ajalku bukan
di tanganku, jika aku menunda amal hari ini sampai besok, lalu kapan aku harus
melakukan amal untuk esok hari, karena
setiap hari itu ada amal yang harus aku lakukan “.
Ketiga : “Kalau begitu”. bujuk syetan. “Lakukanlah dengan segera, a gar
engkau dapat melakukan ibadah yang lain sebanyak-banyaknya”. Jika Allah menjaga
kita, kita pasti mampu untuk menolaknya sambil berkata : “Amal yang sedikit tapi
sempurna lebih baik dari pada banyak tapi tidak sempurna”.
Keempat : Lalu syetan menyuruh kita untuk menyempurnakan amal, agar kita
ria dan mendapat pujian dari orang lain. Jika Allah menjaga kita, kita pasti
mampu untuk menolaknya sambil berkata : “Apa guna nya saya beramal jika hanya
ingin dapat pujian dari orang lain, cukup lah Allah yang menjadi pengawas dari
ibadah saya”.
Kelima : Kemudian syetan membanggakan pendirian dan sikap kita yang
kokoh sambil memuji :”Alangkah hebatnya
engkau, engkau adalah hamba Allah yang sadar dan selalu mawas diri. Alangkah mu
lianya engkau di sisi Allah“. Jika Allah menjaga kita, kita pasti mam pu untuk
menolaknya sambil berkata : “Semua karunia ini adalah pemberian dari Allah, dan
bukan hasil usahaku, Dia lah yang telah memberikan taufiq kepadaku dan Dia pula
yang telah memberikan penilaian yang besar terhadap amalku. Semua ini adalah
berkat karu nia-Nya, kalau bukan karena karunia-Nya, apalah arti dari nilai
amal ku jika dibandingkan dengan nikmat-nikmat-Nya yang tercurah kepa daku dan
banyaknya dosa dan maksiatku kepada-Nya”.
Keenam : ( Dan ini adalah cara yang paling berat, tidak ada yang mampu
menghadapinya kecuali hanya orang yang diberikan kesada ran oleh Allah SWT ).
Syetan berkata :”Bersungguh-sungguhlah beri badah secara sembunyi-sembunyi,
pasti Allah tetap akan menam pakkan kemuliaanmu dan membalas setiap amal yang
telah kau laku kan”.
(Syetan membujuk kita agar kita masuk lagi ke dalam pintu riya ). Jika Allah menjaga kita, kita pasti
mampu untuk menolaknya sambil berkata : “Hai syetan laknatulloh. Semula engkau
mendatangi ku untuk merusak amalku, tapi sekarang engkau datang untuk memu jiku
yang tujuannya juga untuk merusak amalku. Aku hanyalah seo rang hamba Allah,
Dia adalah tuhanku. Jika Dia berkehendak, Dia bo leh menampakkan atau
menyembunyikan kemuliaanku, jika Dia mau, Dia pun boleh menjadikan aku orang
yang mulia atau orang yang hina. Dalam hal ini aku tidak peduli, Dia tampakkan
kemuliaanku atau Dia sembunyikan, keduanya sama saja bagiku, karena tidak ada
sedikitpun keuntungan yang ku dapatkan dari manusia”.
Ketujuh : Syetan menghasud kita :”Engkau tidak perlu beramal sho leh
lagi, karena jika engkau ditakdirkan oleh Allah sebagai orang yang selamat dan
berbahagia, maka kedurhakaanmu kepada Allah ti dak akan membahayakanmu. Dan
jika engkau ditakdirkan oleh Allah menjadi orang yang celaka, maka semua amal
sholeh yang telah kau lakukan tidak ada manfa`atnya lagi bagimu”. Jika Allah
menjaga kita, kita pasti mampu untuk menolaknya sambil berkata : “ Aku hanyalah seorang hamba, dan bagi hamba itu wajib
melaksanakan perintah un tuk mengabdi kepada tuhannya, dan tuhan lebih tahu
dengan aturan ciptaan-Nya. Dia akan menghukum sesuai dengan kehendaknya dan
berbuat sesuai dengan keinginan-Nya. Amal kebaikan itu sangat ber guna bagiku
bagaimanapun keadaanku, karena jika aku ditakdirkan menjadi orang yang bahagia
maka aku sangat membutuhkan amal untuk menambah nilai pahalaku. Tapi jika aku
ditakdirkan menjadi orang yang celaka maka aku sangat membutuhkan rahmat-Nya, agar
aku tidak menyesali diriku sendiri di kemudian hari, karena Allah ti dak akan
menyiksa dan mengazab atas dasar ketaatan hamba-Nya dalam segala keadaan.
Bahkan jika aku dimasukkan ke dalam neraka sebagai orang yang taat, itu lebih
aku sukai dari pada masuk ke dalam neraka sebagai pelaku dosa dan
kemaksiatan. Bukankah janji Allah itu
hak dan firman-firman-Nya itu benar. Dia menjanjikan pahala ba gi orang yang
mentaatinya. Maka siapa yang menjumpai Allah deng an membawa iman dan ketaatan,
niscaya tidak akan masuk ke dalam neraka untuk selama-lamanya. Dan dia masuk ke
sorga bukan dise babkan oleh amalnya tetapi disebabkan oleh janji-janji Allah
yang benar kepada semua hamba-Nya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar